KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (
INCO) melaporkan kenaikan kinerja operasional sepanjang 2023. INCO memproduksi 70.728 metrik ton nikel dalam matte pada tahun 2023. Realisasi ini naik 18% dari produksi tahun 2022 yang hanya 60.090 ton nikel matte. “Meskipun menghadapi berbagai tantangan di sepanjang tahun, kami berhasil melampaui target produksi untuk tahun 2023,” terang Febriany Eddy, CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Minggu (11/12). Adapun produksi pada triwulan IV- 2023 mencapai 19.084 ton nikel dalam matte. Jumlah ini 6% lebih tinggi dibandingkan dengan volume produksi yang dicatat pada kuartal III-2023 yang sebesar 17.953 ton nikel matte. Realisasi tersebut juga naik 18% secara
year-on-year (YoY) sebesar 16.183 ton pada kuartal IV-2022.
Menurut Febriany, kenaikan produksi merupakan hasil dari strategi pemeliharaan yang efektif serta peningkatan kinerja di area tambang dan pabrik pengolahan sepanjang tahun 2023. Hal ini mendorong produksi lebih tinggi secara triwulanan INCO memperkirakan produksi nikel matte tahun ini ada di angka 70.000 ton. Angka ini tidak mengalami kenaikan dari estimasi produksi tahun lalu.
Baca Juga: Laba Bersih Vale Indonesia (INCO) Naik 36,89% Sepanjang 2023 Chief Financial Officer Vale Indonesia Bernardus Irmanto, menyebut, ada dua faktor yang menyebabkan produksi cenderung sama.
Pertama, faktor tingkat pemeliharaan alat tambang, jumlah hari yang digunakan untuk pemeliharaan alat akan semakin banyak pada tahun ini. Tentu, hal ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan alat produksi tambang.
Kedua, tingkat produksi juga memperhatikan grade nikel yang ada di area tambang yang berpengaruh terhadap output. “Kalau dinormalisasikan sebenarnya kami berpeluang berproduksi lebih tinggi. Namun, dengan 2 faktor ini, maka tingkat produksi yang feasible di level 70.000-an ton,” terang Irmanto. Irmanto mengklaim, pihaknya berupaya agar pemeliharaan alat berjalan optimal sehingga tingkat utilisasi alat menjadi tinggi sehingga berdampak pada naiknya produksi di tahun mendatang. INCO juga mengupayakan untuk bisa mendapatkan bijih nikel dengan grade yang lebih baik sehingga output produksi menjadi lebih baik
Baca Juga: MIND ID dan Vale Sudah Menyepakati Harga Divestasi Saham INCO, Juga Soal Pengendali Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan menyematkan rekomendasi
trading buy terhadap saham INCO dengan target harga Rp 4.900 per saham. Target harga ini menyiratkan
price to earnings (P/E)
ratio sebesar 11,7 kali untuk 2024. Rizkia memandang potensi
upside saham INCO cukup terbatas dalam jangka pendek hingga rampungnya proyek-proyek smelternya pada 2026 mendatang. Namun, Rizkia memandang positif terhadap pengembangan proyek-proyek milik INCO, yang nantinya akan memenuhi kebutuhan industri hilir nikel Indonesia dan akan mendukung rantai pasokan
electric vehicle (EV).
Mirae Asset Sekuritas menaksir harga nikel memang masih akan tetap tinggi, namun harganya tidak naik lebih tinggi. Ini karena banyaknya pasokan nikel kelas II dari Indonesia dan aktivitas perekonomian global, terutama di China, masih lesu. Secara historis, harga jual rata-rata alias
average selling price (ASP) mencerminkan sekitar 75% dari harga acuan London Metal Exchange (LME). Dus, Mirae Asset berasumsi bahwa ASP INCO akan berada di kisaran US$ 13.850 per ton pada tahun ini. Namun, ada sejumlah risiko yang membayangi rekomendasi ini, di antaranya keterlambatan pelaksanaan proyek, penurunan harga nikel lebih lanjut yang dibarengi dengan kenaikan harga bahan bakar dan energi, serta perubahan regulasi pemerintah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati