Produksi overburden DOID semester I turun 7%



JAKARTA. Hingga semester pertama tahun ini, perusahaan jasa pertambangan batubara, PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) hanya mampu memproduksi lapisan tanah penutup batubara alias overburden sebanyak 138,9 juta kubik meter atau bank cubic metre (BCM). Produksi ini turun 7% dibandingkan dengan produksi overburden pada semester I-2013 yang mampu sebesar 149,5 juta bcm.Tahun ini, perusahaan ini sejatinya menargetkan produksi overburden sebesar 297 juta bcm plus minus 5%, sesuai perkembangan harga batubara di pasar. Sementara itu, untuk produksi batubara atau coal getting semester I-2014 sebesar 15,2 juta ton atau turun 2,7% dari produksi batubara pada semester I-2013 sebesar 15,6 juta ton. Sementara sampai akhir tahun ini, DOID menargetkan bisa memproduksi batubara 30-32 juta ton. Sekretaris Perusahaan DOID Errinto Pardede mengatakan, penurunan produksi overburden dan batubara perusahaan terjadi karena tingginya curah hujan di lokasi-lokasi pertambangan yang dikerjakan perusahaan. "Apalagi kami juga masih memulai operasi di lokasi-lokasi pertambangan baru," ujar Errinto Pardede kepada KONTAN, Rabu (15/7).Rata-rata tarif jasa produksi overburden, batubara dan pengangkutan batubara yang DOID tetapkan ke klien mereka berkisar US$ 1,8 per ton sampai US$ 2 per ton dengan kontrak jangka panjang. Klien DOID yang kebanyakan adalah pelanggan jangka panjang adalah perusahaan batubara besar seperti, PT Adaro Indonesi a, Kideco, Berau Coal dan Bayan Resources.Selain klien-klien lama tersebut, Juni lalu , DOID melalui anak usahanya, PT Bukit Makmur (BUMA) mendapatkan kontrak jasa pertambangan dari anak usaha PT Indika Energy Tbk, yakni PT Multi Tambangjaya Utama (MTU). Dia bilang, kontrak yang didapat oleh anak usaha DOID itu untuk pekerjaan persiapan infrastruktur area pertambangan, produksi overburden dan penyewaan alat. Menurut Errinto, kontrak dengan MTU ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain karena terletak di Kalimantan Tengah dengan stripping ratio (rasio perbandingan antara volume lapisan tanah yang harus digali dengan tonase batubara yang diambil) cukup tinggi, lokasi yang strategis dan jarak pengangkutan (hauling) yang tak jauh.Renegosiasi tarifSementara itu, menanggapi harga batubara yang terus anjlok, Errinto menerka, saat ini harga batubara berada di kisaran US$ 69 per ton. Secara teknikal harga tersebut masih akan bisa mengalami penurunan kembali.Dia menduga, lemahnya harga batubara ini terjadi karena pasokan yang masih terlalu banyak ke pasar batubara. Hal ini karena banyak investor besar yang masuk ke bisnis batubara lalu menggenjot produksi sebanyak-banyaknya untuk mempertahankan keuntungan. "Marginya sudah tergencet, supaya untung genjot produksi supaya jual sebanyak-banyaknya," urai dia.Meski demikian, ia tak khawatir penurunan harga batubara tersebut akan berdampak pada renegosiasi tarif overburden dan produksi batubara yang yang diminta klien. "Memang kadang-kadang klien minta renegosiasi tarif," imbuh dia. Kalau sudah begitu, biasanya ada saling pengertian dan saling membantu antara DOID dan klien.Dia menjelaskan, pihaknya masih memungkinkan adanya efisiensi dari sisi teknis dan tarif selama efisiensi itu tidak mencekik margin keuntungan DOID. Sayang DOID belum membeberkan kinerja keuangan semester I-2014.Pada tahun 2014, DOID mengalokasikan belanja modal sebesar US$ 30 juta. Jumlah itu digunakan untuk pembangunan infrastruktur, seperti perumahan karyawan dan jalan. Hingga kuartal I tahun 2014, DOID sudah membelanjakan US$ 3 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Yudho Winarto