JAKARTA. Tahun ini, produksi sayuran di Indonesia terancam turun. Faktor bencana alam turut menjadi pendorong penurunan produksi sayuran di Indonesia, di samping gangguan cuaca. Ketua Harian Dewan Hortikultura Indonesia Benny A. Kusbini memperkirakan, hingga akhir tahun nanti, penurunan produksi sayuran di Indonesia bisa mencapai 30% dibandingkan produksi tahun lalu yang sebesar 10,3 juta ton. "Kentang, dan cabe menjadi sayuran yang paling banyak turun," papar Benny, Minggu (5/12). Akibat meletusnya Gunung Merapi saja, lahan pertanian di sekitar Merapi banyak yang rusak. Di kawasan sekitar Merapi, komoditas yang banyak ditanam petani adalah cabai, kentang, kubis, tomat, kol, paprika, kacang panjang, dan bayam.
Para petani khawatir tak bisa mencicipi panen lagi tahun ini. "Selain tanaman yang rusak, sebagian lahan pertanian juga tertutup abu vulkanik yang sampai sekarang masih menjadi masalah yang belum terselesaikan," imbuh Benny. Penurunan produksi menyebabkan harga beberapa jenis sayuran meningkat. "Seperti harga cabai di daerah penampung di Yogyakarta, Magelang, dan juga Semarang," tandas Benny. Tahun ini, ancaman penurunan produksi sayuran sebenarnya sudah terlihat ketika Gunung Sinabung meletus di Sumatera Utara bulan Agustus lalu. Banyak lahan pertanian yang rusak. Sehingga banyak petani tidak bisa memanen hasil jerih payahnya. Bahkan ekspor sayuran dari Sumatera Utara pun turut terganggu bencana itu.Berbeda dengan produksi sayuran di sekitar Merapi yang lebih banyak menyuplai kebutuhan masyarakat sekitar, produksi sayuran petani di Sinabung lebih banyak dijual ke pasar ekspor. Petani sayuran di Sinabung memanfaatkan lokasi mereka yang dekat ke Singapura. Nah, letusan Gunung Bromo di Jawa Timur, juga turut menekan produksi sayuran. Sayang, untuk yang satu ini Benny belum menerima laporan lengkapnya. "Namun di sana kebanyakan adalah produksi kentang," cetus Benny. Ancaman penyakit Ancaman penurunan produksi juga datang dari faktor cuaca. Tingginya curah hujan yang melanda sentra produksi, mengakibatkan bencana banjir di beberapa daerah, sehingga banyak lahan pertanian yang rusak. Sepanjang tahun ini saja misalnya, beberapa lokasi tanaman sayuran di Lampung, Jambi, dan di Nanggroe Aceh Darussalam terkena banjir. Produk sayuran di beberapa daerah banyak yang terkena puso akibat areal pertanian yang terendam banjir. "Curah hujan tidak menentu mempengaruhi produksi sayuran," terang Benny. Setelah cuaca, ternyata ada lagi musuh sayuran, yaitu hama penyakit. Cuaca yang basah dan lembab menyebabkan penyebaran penyakit pohon sayuran lebih cepat berkembang. Serangan penyakit terbaru antara lain menimpa tanaman kentang di dataran tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Gara-gara serangan penyakit tersebut, para petani kentang di sana gagal memanen berhektare-hektare ladang kentang. Menurut Kafi Kurnia, Ketua Asosiasi Eksportir dan Importir Buah dan Sayuran Indonesia (Asbisindo), di antara sekian banyak faktor penghambat produksi sayuran, perubahan cuaca nan tak menentu lagi ekstrem berperan besar mengurangi hasil panen sayuran. Cuaca yang teramat ekstrem dapat mengganggu produktivitas tanam sayuran terutama sayuran dengan daya tahan rendah dan sayuran yang yang masa tanamnya lama.
Singkat cerita, dengan berbagai faktor tadi, harga sayuran pun terus merambat naik. Maklum, antara pasokan sayuran menjadi berkurang. Sepanjang tahun ini, rata-rata harga sayuran 5%-10% lebih tinggi ketimbang harga sayuran selama tahun 2009 lalu. Bahkan ada harga sayuran yang naik sampai 100%. "Keluhan kenaikan harga sayuran ini yang banyak saya terima," terang Kafi. Ambil contoh, harga kentang tahun lalu dijual dengan rata-rata Rp 4.500 per kg. Belakangan harga kentang telah naik menjadi Rp 8.000 per kg. "Jumlah panen kentang terbatas," terang Benny. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa