KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada tahun lalu PT Mitra Kerinci yang merupakan anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) mampu memproduksi teh hijau dan teh hitam atas nama Liki hingga 4,2 ton pucuk teh per hektare. Namun sayangnya pada tahun ini produksi Mitra Kerinci merosot hingga 15%. Direktur PT Mitra Kerinci, Yosdian Adi Pramono mengatakan bahwa penurunan ini merupakan faktor alam yang tak mampu dihindari. Kekeringan ini bermula pada bulan Agustus 2016, namun penurunan ini menurutnya bukan titik terendah selama Liki berdiri. Hal ini bukan hanya terjadi di Liki, melainkan semua perkebunan teh juga mengalami ini. Meskipun produksi turun, Yosdian mengatakan bahwa laba tahun ini masih sama dengan tahun sebelumnya.
Ia mengungkapkan bahwa Mitra Kerinci saat ini sedang memperbesar pasar ekspor dan menaikan harga penjualan untuk menutupi kekurangan dan mencoba menggarap pasar premium. “Jadi kita produksi white tea kurang lebih 250 kilogram itu kita dapat uang kurang lebih Rp 350 juta untung mengcover kerugian kita,” ujarnya pada Kontan.co.id, Selasa (21/11). Pasar white tea ini ia dapatkan melalui trader Singapura untuk di ekspor, ongkos untuk produksi white tea ini diakui sama dengan ongkos pembuatan teh biasa, sehingga Mitra Kerinci mendapatkan margin untuk menutupi penurunan. Ia menjelaskan bahwa penjualan tahun ini naik dibandingkan dengan tahun lalu. “Kita rata-rata naik per kilo nya 5% itu rata-rata teh hijau dan teh hitam,” jelasnya. Yosdian membeberkan bahwa saat ini Mitra Kerinci memiliki pasar baru yaitu teh hitam setelah mengikuti pameran di German dan sebelumnya di Paris dan Dubai. Strategi yang dilakukan masih sama seperti tahun sebelumnya yaitu memproduksi teh hitam sesuai dengan permintaan pasar saja. Tahun lalu, kontribusi pasar ekspor mencapai 3% - 4% namun pada tahun 2017 ini meningkat hingga 7%, sisanya adalah pasar domestik. Mitra Kerinci juga mengekspor teh hitam, teh hijau dan white tea ke beberapa negara seperti Amerika dan Eropa, untuk pasar ekspor yang baru didapat selama satu tahun belakangan adalah Taiwan dan Timur Tengah (Qatar dan Sudan). Teh yang diekspor oleh Mitra Kerinci juga atas nama Liki. Tahun lalu, Mitra Kerinci mendatangkan mesin-mesin untuk produksi teh hitam, mesin ini merupakan join dari pemerintah Taiwan. “Tahun ini kita mendatangkan peralatan mesin-mesin baru untuk teh hitam. Jadi ini kita join, dalam artian dana kita tidak besar. Sehingga kita pakai pola dia yang menyediakan mesin, kita bayar pakai teh,” bebernya. Hingga akhir tahun, Mitra Kencana menargetkan pertumbuhan sekitar 3,5% namun hingga bulan November pertumbuhan sudah mencapai 5% dan masih on track. Yosdian mengaku bahwa ia terus belajar dari tahun-tahun sebelumnya, Mitra Kencana membuat sebuah program yang bernama landscaping yaitu, membuat aliran air dari atas menuju ke perkebunan teh untuk mencegah kekeringan saat musim kemarau. Ia mengaku bahwa program ini telah berjalan dan memakan biaya hampir Rp 700 juta.
Selain itu Mitra Kencana juga memanfaatkan lahan-lahan kosong dipinggiran kebun teh untuk ditanami tanaman stevia, yaitu tanaman pengganti tebu yang nantinya akan dijadikan gula dengan rendah kalori. Pada tahun 2018, Mitra Kerinci menargetkan produksi teh hingga 20.000 ton, Yosdian optimis bahwa perusahaan yang ia pimpim mampu mencai target tersebut. “Kita yakin bisa, cuman faktor alam kita gak bisa lawan. Terbukti dalam enam bulan terakhir 65 ton per hari dengan mutu dan permintaan yang tinggi,” kata Yosdian Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto