KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor kopi Indonesia selama semester pertama tahun 2018 turun cukup tajam. Di satu sisi, produksi menurun dan permintaan dalam negeri dilaporkan terus naik. Mengutip informasi Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor komoditas kopi yang tercatat dalam 9 kode Harmonized System (HS Code), pada periode Januari-Juni 2018, nilainya turun 37,5% menjadi US$ 359,85 juta, sedangkan volumenya turun 47,54% menjadi 116.511 ton. Pada periode sama tahun lalu, nilai ekspor kopi mencapai US$ 575,78 juta dengan volume 222.099 ton. Lebih rinci lagi, nilai ekspor komoditas kopi yang berkontribusi paling besar, yakni kategori kopi arabika WIB (West Indische Bereiding) dan Robusta OIB (Oost Indische Bereiding) yang tidak dipanggang dan tidak decaffeinated, menurun 36.9% di paruh pertama 2018 menjadi US$ 354,42 juta. Sementara volumenya turun 46,91% menjadi 114.668 ton.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) Anton Apriyantono menyatakan ekspor kopi pada periode tersebut memang mengalami hambatan produksi, terutama dari area Sumatra Utara dan Aceh. "Tapi selain produksi turun, fenomena saat ini adalah konsumsi dalam negeri semakin tinggi," kata mantan Menteri Pertanian periode 2004-2009 tersebut saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (20/8). Menurut Anton, pemerintah harus fokus pada program intensifikasi petani dan ekstensifikasi lahan. Di satu sisi masyarakat petani kopi perlu diberdayakan dan ditingkatkan agar dapat menanam dan mengolah kopi dengan baik. Kemudian di sisi lain, areal hutan yang terbengkalai di daerah dengan potensi kopi seharusnya dimanfaatkan. "Ekspor harus tetap jalan, tapi peningkatan dalam negeri juga penting," katanya.