KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor karet akhir tahun diprediksi turun akibat produksi karet yang terus merosot. "November dan Desember ada kemungkinan ekspor kita menurun karena di beberapa daerah mengalami kurang bahan baku," ujar Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Moenardji Soedargo kepada Kontan.co.id, Selasa (19/12). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor karet dan produk dari karet pada November 2017 turun 5,09% dari bulan sebelumnya. Ekspor pada bulan Oktober sebesar 343.833 ton turun menjadi 324.955 ton pada November 2017. Turunnya produksi diakibatkan oleh kondisi cuaca. Selain itu ada pula daerah yang baru pulih dari musim gugur daun sehingga produksi belum kembali normal. Pada kondisi normal, penurunan produksi akan kembali normal pada bulan Januari. Namun menurut Moenardji akibat adanya fenomena la nina perlu terdapat kajian lebih lanjut. La nina akan berdampak pada meningkatnya intensitas hujan. Hal itu dikatakan Moenardji dapat menurunkan produksi. Produksi yang menurun dikatakan Moenardji akan mempengaruhi supply sehingga harga akan naik. "Kalau bicara harga, sudah pasti akan membaik karena faktor cuaca," terangnya. Meski begitu penerapan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) tetap perlu dilakukan. Moenardji bilang hal tersebut untuk menjaga harga tidak turun mengingat pengaruh faktor cuaca masih akan terasa beberapa bulan lagi. Selain faktor cuaca, penurunan produksi juga diakibatkan oleh berkurangnya lahan pertanian karet. "Sekitar 15% hingga 20% lahan karet telah alih fungsi," jelas Ketua Umum Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo), Lukman Zakaria. Alih fungsi lahan tersebut diakibatkan hasil panen yang menurun. Selain itu juga harga yang rendah. Harga beli di tingkat petani sebesar Rp 5.000 per kilogram (kg) hingga Rp 6.500 per kg.
Produksi turun, ekspor karet susut di akhir tahun
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor karet akhir tahun diprediksi turun akibat produksi karet yang terus merosot. "November dan Desember ada kemungkinan ekspor kita menurun karena di beberapa daerah mengalami kurang bahan baku," ujar Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Moenardji Soedargo kepada Kontan.co.id, Selasa (19/12). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor karet dan produk dari karet pada November 2017 turun 5,09% dari bulan sebelumnya. Ekspor pada bulan Oktober sebesar 343.833 ton turun menjadi 324.955 ton pada November 2017. Turunnya produksi diakibatkan oleh kondisi cuaca. Selain itu ada pula daerah yang baru pulih dari musim gugur daun sehingga produksi belum kembali normal. Pada kondisi normal, penurunan produksi akan kembali normal pada bulan Januari. Namun menurut Moenardji akibat adanya fenomena la nina perlu terdapat kajian lebih lanjut. La nina akan berdampak pada meningkatnya intensitas hujan. Hal itu dikatakan Moenardji dapat menurunkan produksi. Produksi yang menurun dikatakan Moenardji akan mempengaruhi supply sehingga harga akan naik. "Kalau bicara harga, sudah pasti akan membaik karena faktor cuaca," terangnya. Meski begitu penerapan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) tetap perlu dilakukan. Moenardji bilang hal tersebut untuk menjaga harga tidak turun mengingat pengaruh faktor cuaca masih akan terasa beberapa bulan lagi. Selain faktor cuaca, penurunan produksi juga diakibatkan oleh berkurangnya lahan pertanian karet. "Sekitar 15% hingga 20% lahan karet telah alih fungsi," jelas Ketua Umum Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo), Lukman Zakaria. Alih fungsi lahan tersebut diakibatkan hasil panen yang menurun. Selain itu juga harga yang rendah. Harga beli di tingkat petani sebesar Rp 5.000 per kilogram (kg) hingga Rp 6.500 per kg.