Produktivitas petani kakao lokal harus digenjot



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di ujung tahun 2017 ini, harga kakao kembali rontok. Ini akibat berlebihnya produksi biji kakao dari Pantai Gading, negara produsen kakao terbesar dunia saat ini. Berdasarkan data Bloomberg, dalam sepekan terakhir, harga kakao anjlok dari US$ 2.041 per ton menjadi US$ 1.887 per ton.

Rontoknya harga kakao ini terasa langsung pada petani kakao dalam negeri. Saat ini harga kakao lokal bertengger di kisaran Rp 19.000–Rp 20.000 per kilogram (kg). Harga tersebut jauh di bawah harga beberapa tahun lalu yang sempat mencapai Rp 36.000–Rp 40.000 per kg.

Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), Pieter Jasman mengatakan, penurunan harga kakao ini berdampak besar pada petani dalam negeri mengingat produktivitas kakao di Indonesia masih rendah, hanya sekitar 500 kg per hektare (ha).


Bandingkan dengan produktivitas kakao di Pantai Gading bisa mencapai 3 ton per ha. "Sebenarnya kalau petani merawat pohonnya dengan benar, bisa menghasilkan 2 ton sampai 3 ton per ha. Sehingga kalau harganya kembali normal, tidak ada masalah. Di Pantai Gading, meski harga turun tidak ada masalah karena produksinya banyak," ujar Pieter kepada KONTAN, Senin (11/12).

Menurut Pieter, permasalahan yang dihadapi petani kakao saat ini adalah pohon kakao yang sudah tua sehingga produksinya rendah. Selain itu, adanya hama Penggerek Buah Kakao (PBK) yang belum bisa diatasi. Karena itu, pemerintah harus hadir untuk menyelesaikan berbagai masalah tersebut.

Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Arief Zamroni juga bilang, penurunan harga kakao merugikan petani di Indoensia karena rata-rata produktivitas tanaman kakao masih rendah. Dengan produktivitas sekitar 500 ton per ha dalam setahun, maka petani kakao tidak dapat sejahtera.

"Jadi satu-satunya cara menyejahterakan petani kakao adalah menaikkan produksi kakao," ujarnya.

Berdasarkan data yang dihimpun AIKI, sampai kuartal III-2017, volume impor biji kakao meningkat sebesar 303%, dari 40.424 ton menjadi 162,924 ton. Sementara ekspor biji kakao menurun sebesar 14% dari 21.264 ton menjadi 18.647 ton. Hal ini menunjukkan adanya penurunan produksi kakao.

Namun pada kuartal yang sama ekspor kakao olahan meningkat sebesar 11% dari 198,025 menjadi 219.039 ton. Sementara impor olahan kakao meningkat 21% dari 16.891 ton menjadi 20.402 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini