Produsen Bahan Baku Plastik Siap Investasi



JAKARTA. Kekurangan pasokan bahan baku polypropylene (PP) di industri plastik hilir memancing investasi baru. Dua produsen PP berencana merealisasikan investasi senilai US$ 55 juta di 2010. Dua perusahaan tersebut adalah PT Tri Polyta Indonesia Tbk dan PT Polytama Propindo.

Dengan investasi US$ 25 juta, Tri Polyta akan memaksimalkan kapasitas pabriknya dengan meningkatkan produksi PP sebanyak 100.000 ton sehingga total produksinya menjadi 480.000 ton setahun. Sedangkan Polytama akan membangun pabrik baru untuk menambah produksi 180.000 ton menjadi 380.000 ton per tahun. Investasi Polytama sebesar US$ 30 juta.

Kini, kedua perusahaan itu tengah menyiapkan infrastruktur pendukungnya. "Kemungkinan realisasi produksi itu pada akhir semester pertama 2010,” kata Sekjen Asosiasi Industri Olefin dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Biduyono, (27/10). Dengan penambahan investasi ini, pasokan PP dari produsen lokal akan semakin besar.


Selama ini, produsen produk hilir plastik masih menggantungkan pasokan bahan baku impor, yaitu dari negara di ASEAN maupun dari negara kawasan lain seperti dari Timur Tengah.

Dengan investasi baru tersebut, kata Fajar, kapasitas produksi PP di dalam negeri akan meningkat menjadi 850.000 ton. Sementara itu kebutuhan PP industri hilir plastik mencapai 860.000 ton per tahun. Dus, kekurangan pasokan PP hanya tinggal 10.000 ton saja. “Tapi pemenuhan pasokan PP bagi industri hilir baru terealisasi di 2011 karena 2010 masih tahap produksi awal,” lanjutnya.

Realisasi investasi ini pun bukan tanpa syarat. Agar realisasi investasi para produsen benar-benar berjalan baik, Wakil Ketua Inaplas Edi Rivai mendesak pemerintah menunda pelaksanaan Kerjasama Perdagangan Bebas atawa Free Trade Agreement (FTA) ASEAN dengan mitra negara seperti China, India dan lainnya. Inaplas ingin pelaksanaannya ditunda dari Januari 2010 hingga awal 2015.

“Kami akan mempergunakan jeda waktu itu untuk mempersiapkan diri menghadapi persaingan. Salah satu caranya adalah dengan berinvestasi untuk menaikan produksi," kata Edi.

Sebab, Edi beralasan, pelaksanaan FTA yang begitu cepat bakal membuat produsen hulu dan hilir plastik lokal kalah bersaing dengan produk impor. Ini terjadi karena industri petrokimia di luar negeri lebih siap bersaing. Kegiatan usaha mereka telah terintegrasi dari hulu ke hilir. "Berbeda dengan Indonesia yang industrinya masih terpisah-pisah," ujar Edi.

Dan Bila FTA tetap berlaku 2010, akan banyak pengusaha lokal yang terpaksa mengurangi produksi hingga menutup usaha karena kalah bersaing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan