JAKARTA. Pelaku industri baja di dalam negeri bakal menghadapi masalah baru mulai September mendatang. Pasalnya, terhitung sejak 1 September, harga gas untuk industri dipastikan naik. Direktur Eksekutif Indonesian Iron and Steel Industry Assosiation (IISIA), Edward Pinem menyebut, setiap kenaikan harga gas US$ 1 per mmbtu akan meningkatkan biaya produksi output industri baja sebesar US$ 3 hingga US$ 5. Seperti diketahui, pemerintah telah menyetujui kenaikan harga gas untuk industri sebesar 50% dari semula US$ 6,9 per mmbtu, menjadi US$ 10,03 per mmbtu. Kenaikkan harga gas dilakukan bertahap dengan proporsi 35% pada September 2012, dan sisanya pada April tahun depan.Dengan begitu, secara total kenaikan harga gas akan menambah biaya produksi sebesar US$ 9 hingga US$ 15. "Itu juga tergantung volume gas yang digunakan masing-masing perusahaan," ungkap Edward akhir pekan lalu.Namun, kata Edward, produsen tak bisa otomatis menaikkan harga jual baja. Pasalnya, dengan menaikkan harga berpotensi makin menurunkan daya saing baja produksi dalam negeri. Ujung-ujungnya baja impor akan makin bertebaran di dalam negeri.Dia menambahkan, pertumbuhan industri baja di dalam negeri tahun ini kurang kuat dibandingkan tahun lalu. Industri baja melengkung, lantaran terpukul melonjaknya harga bahan baku scrap dan kenaikkan harga gas.Bahkan, meski ekonomi makro masih tumbuh di semester satu tampaknya juga belum mampu mendongkrak kinerja industri baja. Edward memperkirakan, industri baja baru akan kebanjiran pesanan jika ekonomi bertumbuh 7%. "Semester satu hanya tumbuh 5%. Kalau ekonomi tumbuh minimal 7%, baru bisa meningkatkan permintaan baja minimal naik sebesar 7%," ujarnya.Tak heran, dia memprediksi, konsumsi baja di dalam negeri pada tahun ini masih belum beranjak dari tahun lalu, yaitu sekitar 9 juta ton. "Dengan kondisi industri baja nasional yang dirundung mendung, dikhawatirkan banjir baja impor pun bisa semakin besar," imbuh Edward.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Produsen baja tak bisa kerek harga jual
JAKARTA. Pelaku industri baja di dalam negeri bakal menghadapi masalah baru mulai September mendatang. Pasalnya, terhitung sejak 1 September, harga gas untuk industri dipastikan naik. Direktur Eksekutif Indonesian Iron and Steel Industry Assosiation (IISIA), Edward Pinem menyebut, setiap kenaikan harga gas US$ 1 per mmbtu akan meningkatkan biaya produksi output industri baja sebesar US$ 3 hingga US$ 5. Seperti diketahui, pemerintah telah menyetujui kenaikan harga gas untuk industri sebesar 50% dari semula US$ 6,9 per mmbtu, menjadi US$ 10,03 per mmbtu. Kenaikkan harga gas dilakukan bertahap dengan proporsi 35% pada September 2012, dan sisanya pada April tahun depan.Dengan begitu, secara total kenaikan harga gas akan menambah biaya produksi sebesar US$ 9 hingga US$ 15. "Itu juga tergantung volume gas yang digunakan masing-masing perusahaan," ungkap Edward akhir pekan lalu.Namun, kata Edward, produsen tak bisa otomatis menaikkan harga jual baja. Pasalnya, dengan menaikkan harga berpotensi makin menurunkan daya saing baja produksi dalam negeri. Ujung-ujungnya baja impor akan makin bertebaran di dalam negeri.Dia menambahkan, pertumbuhan industri baja di dalam negeri tahun ini kurang kuat dibandingkan tahun lalu. Industri baja melengkung, lantaran terpukul melonjaknya harga bahan baku scrap dan kenaikkan harga gas.Bahkan, meski ekonomi makro masih tumbuh di semester satu tampaknya juga belum mampu mendongkrak kinerja industri baja. Edward memperkirakan, industri baja baru akan kebanjiran pesanan jika ekonomi bertumbuh 7%. "Semester satu hanya tumbuh 5%. Kalau ekonomi tumbuh minimal 7%, baru bisa meningkatkan permintaan baja minimal naik sebesar 7%," ujarnya.Tak heran, dia memprediksi, konsumsi baja di dalam negeri pada tahun ini masih belum beranjak dari tahun lalu, yaitu sekitar 9 juta ton. "Dengan kondisi industri baja nasional yang dirundung mendung, dikhawatirkan banjir baja impor pun bisa semakin besar," imbuh Edward.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News