Produsen batubara juga wajib bangun pengolahan



JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah berhasil menyepakati draf amandemen kontrak dengan sembilan perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Dalam draf tersebut, pemerintah mencantumkan kewajiban PKP2B untuk meningkatkan nilai tambah batubara lewat kegiatan pengolahan.

Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bilang, enam isu renegosiasi yang telah dibahas sudah diuraikan dalam amandemen kontrak masing-masing perusahaan. "Mengenai nilai tambah batubara, isi kontraknya menyatakan perusahaan harus mendukung upaya pemerintah untuk peningkatan nilai tambah dan pengolahan batubara," jelas dia di kantornya, Senin (12/1). 

Asal tahu saja,  pemerintah merilis PP Nomor 77 tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga PP Nomor 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Di beleid ini, pemerintah merevisi penjelasan Pasal 94 soal kewajiban pengolahan batubara untuk para pengusaha pertambangan.


Kegiatan pengolahan berupa penggerusan (crushing) dan pencucian (washing) tidak diakui lagi sebagai kegiatan pengolahan batubara. Sehingga, pengusaha tambang wajib melakukan kegiatan pengolahan selain crushing dan washing. Misalnya berupa peningkatan mutu atawa kualitas (upgrading), pembuatan briket, pembuatan kokas, pencairan (liquefaction), gasifikasi, atau coal slurry.

Sekarang ini, pemerintah masih merumuskan peraturan pelaksanaan kegiatan pengolahan batubara itu. "Saat ini, belum menjadi keharusan pengusaha, namun isi kontrak tersebut akan menjadi penguatan setelah kami terbitkan regulasinya," ujar Sukhyar.

Selain itu, pemerintah akan memberikan insentif kepada pengusaha yang bisa melaksanakan kegiatan pengolahan batubara. Misalnya, penetapan harga jual dengan skema biaya produksi, plus margin dan di bawah harga batubara acuan (HBA). Dengan demikian, pengenaan tarif royalti batubara bisa lebih rendah. Selain itu pemerintah akan menawarkan waktu operasi tambang lebih panjang.

Pemberian operasi tambang lebih panjang untuk mendorong pengusaha berinvestasi di pabrik pengolahan batubara. Mengingat pengembalian modal memerlukan waktu yang panjang. "Pemberian insentif ini akan kami ajukan ke Kementerian Keuangan, mungkin diatur dalam Peraturan Pemerintah," ujar dia.

Kini pengusaha menunggu kepastian aturan ini. Sudin, Corporate Secretary PT Golden Energy Mines Tbk, induk usaha PT Borneo Indobara menyatakan akan menunggu aturan pelaksanaan PP Nomor 77/2014. "Kami belum tahu bagaimana peraturan pelaksanaannya, dan kami akan lihat seperti apa. Namun, pada intinya, kami siap untuk mendukung program peningkatan nilai tambah batubara,"  ujar Sudin.

Selain adanya klausul mengenai nilai tambah batubara, dalam draf amandemen kontrak juga mengatur kewajiban perusahaan untuk memenuhi kebutuhan batubara bagi industri di dalam negeri. Menurut Sudin, pihaknya tidak mempersoalkan kewajiban domestic market obligation (DMO) batubara dalam kontrak, karena selama ini pihaknya sudah mampu merealisasikan kewajiban ini.

Borneo Indobara juga dapat mempertahankan wilayah tambangnya seluas 24.100 hektare (ha). Adapun produksi batubara perusahaan tersebut mencapai 5,4 juta ton per tahun. "Angka pastinya masih dalam proses konsolidasi dengan tambang kami yang lain," kata Sudin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto