Produsen batubara wajib pasok PLTU



JAKARTA. Upaya pemerintah mendongkrak pasokan batubara ke dalam negeri tak main-main. Yang terbaru, mulai April ini, pemerintah mewajibkan produsen batubara memasok batubara ke pembangkit listrik yang dibangun di sekitar tambang atau kerap disebut pembangkit mulut tambang. Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM No. 10/ 2014 tentang Tata Cara Penyediaan dan Penetapan Harga Batubara untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang.

Intinya, pengusaha tambang batubara wajib memasok pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) batubara yang dibangun di lokasi tambang baik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) atau swasta.

Sukhyar, Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yakin, langkah ini bisa menjadi solusi pemanfaatan batubara di pasar domestik. "Kami juga berharap batubara kualitas rendah bisa dikembangkan," kata dia, akhir pekan lalu.


Pada kuartal pertama tahun ini, negeri kita mengekspor 81 juta ton batubara atau 73,6% dari total produksi 110 juta ton. Adapun penjualan di pasar lokal cuma 29 juta ton. Nah, untuk mengikat komitmen memasok, pemilik tambang wajib memiliki 10% saham di perusahaan PLTU mulut tambang. Selain itu, agar penambang tidak merugi, aturan itu menjamin margin penjualan yang didapat produsen batubara minimal 25%.

Andrian E. Sjamsul, Direktur PT Reswara Minergi Hartama, anak usaha ABM Investama, siap memasok batubara ke PLTU mulut tambang. "Kami mendukung. Harga bisa diformulasikan agar produsen batubara tetap hidup," katanya.

Namun, Direktur Utama PT ATPK Resources Tbk Raymond A. Bernardus khawatir tidak bisa memenuhi ketentuan itu. Sebab, kualitas kalori batubara untuk PLTU mulut tambang biasanya spesifik. "Kami punya batubara berkalori 3.500 kkal/kg. Apa bisa memasok?" ujarnya.

Bob Kamandanu, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), mengingatkan, kendala utama PLTU mulut tambang adalah keterbatasan jaringan transmisi PLN. "Daerah tambang penduduknya sedikit, ke kota jauh. Bagaimana PLTU itu bisa optimal?" katanya.

Selain itu, karena lokasinya terpencil, investor perlu kepastian soal pasar. Kalau semua setrum tak bisa terserap PLN, investor butuh kepastian adanya pembeli listrik, seperti perusahaan smelter atau kawasan industri. Jika tidak ada, investor pasti enggan membangun pembangkit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie