Produsen kopi kesulitan memenuhi permintaan kopi yang meningkat



JAKARTA. Gangguan cuaca tahun ini merepotkan para eksportir kopi. Pasalnya, meskipun permintaan kopi dari pasar ekspor banyak, namun mereka tak bisa memenuhinya lantaran pasokan kopi terbatas. Karena itu, sulit mengharapkan ekspor kopi Indonesia ini naik dibanding tahun lalu."Bagaimana mau meningkatkan ekspor kalau kopinya terbatas," kata Rachim Kartabrata, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) kepada KONTAN, Kamis (2/12).Sebenarnya kenaikan permintaan kopi tahun ini tidak terlalu besar. Mengacu pada prediksi International Coffee Organization (ICO), permintaan kopi hanya naik 2%-3% setiap tahunnya. Masalahnya, curah hujan yang tinggi membuat banyak bunga kopi rontok dan panen kopi pun berkurang. Akibatnya, walaupun harganya cukup menarik namun para eksportir tak bisa menggenjot ekspor. "Barangnya enggak ada, apa yang mau dikirim," celetuk Rachim.Muchtar Lutfi, Ketua Litbang, AEKI Lampung, menambahkan, saat-saat menjelang akhir tahun seperti ini, permintaan kopi robusta di Eropa meningkat. Maklum, sejumlah negara di benua tersebut memasuki musim dingin dan badai salju. “Cuaca badai itu ternyata menaikan konsumsi kopi warga Eropa,” kata Muchtar. Dalam cuaca normal saja, tutur Muchtar, permintaan kopi di Eropa mengalami peningkatan karena Eropa adalah negara yang mengkonsumsi 3-15 kilogram kopi per kapita per tahunKarena permintaan masih tinggi, sementara produksi di negara-negara produsen kopi terbatas, maka harga kopi di pasar dunia cenderung tinggi. Memang, harga kopi sempat turun di akhir November 2010 lalu. Harga kopi robusta di bursa komoditi London, misalnya, sempat turun menjadi US$ 1.799 per ton. Tapi, di awal Desember ini harganya kembali naik lagi (1/12) menjadi US$ 1.816 per ton. Muchtar menilai, pemicu utama kenaikan adalah lebih besarnya permintaan ketimbang pasokan.ICO mencatat, selama setahun belakangan terjadi penurunan pasokan kopi robusta dibandingkan. Pasokan kopi robusta turun dari 36 juta kantong di 2009 menjadi 31,8 juta kantong di 2010. Berkurangnya pasokan inilah yang menjadi sumber kenaikan harga kopi jenis robusta. AEKI Lampung memperkirakan, produksi kopi di daerahnya hingga akhir 2010 kemungkinan hanya 250.000 ton. "Ini lebih rendah dibandingkan produksi kopi tahun lalu sebanyak 350.000 ton," kata Muchtar. Penurunan produksi kopi di Lampung ini akan menyebabkan turunnya ekspor kopi Indonesia. Maklum, kopi Lampung menyumbang sekitar 85% ekspor kopi Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini