JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi akhir-akhir ini memukul pebisnis makanan dan minuman. Rupiah yang terus bergerak di atas level Rp 10.000 per dollar AS membuat beban produksi industri makanan dan minuman semakin membengkak karena sebagian bahan baku masih impor. Tak hanya itu, harga kemasan produk juga terancam naik akibat adanya usulan penetapan bea masuk anti dumping. Alhasil, para pelaku bisnis makanan dan minuman harus menyiasati pelemahan nilai tukar rupiah ini dengan berbagai strategi efisiensi. Jika upaya ini tidak manjur, mau tak mau, pebisnis harus menaikkan harga jual produknya. Sekretaris Perusahaan PT Mayora Indah Tbk, Yuni Gunawan menuturkan, dalam jangka pendek, pelemahan nilai tukar rupiah memang belum berdampak terhadap kinerja perusahaan. Pasalnya, selama ini pembelian bahan baku impor oleh Mayora dilakukan dengan sistem kontrak. Tapi, "Kalau dalam jangka panjang kondisi rupiah masih lemah, kemungkinan besar harga akan naik," jelasnya kepada KONTAN.
Produsen makanan akan kerek harga
JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi akhir-akhir ini memukul pebisnis makanan dan minuman. Rupiah yang terus bergerak di atas level Rp 10.000 per dollar AS membuat beban produksi industri makanan dan minuman semakin membengkak karena sebagian bahan baku masih impor. Tak hanya itu, harga kemasan produk juga terancam naik akibat adanya usulan penetapan bea masuk anti dumping. Alhasil, para pelaku bisnis makanan dan minuman harus menyiasati pelemahan nilai tukar rupiah ini dengan berbagai strategi efisiensi. Jika upaya ini tidak manjur, mau tak mau, pebisnis harus menaikkan harga jual produknya. Sekretaris Perusahaan PT Mayora Indah Tbk, Yuni Gunawan menuturkan, dalam jangka pendek, pelemahan nilai tukar rupiah memang belum berdampak terhadap kinerja perusahaan. Pasalnya, selama ini pembelian bahan baku impor oleh Mayora dilakukan dengan sistem kontrak. Tapi, "Kalau dalam jangka panjang kondisi rupiah masih lemah, kemungkinan besar harga akan naik," jelasnya kepada KONTAN.