JAKARTA. Melemahnya daya beli pipa membuat para produsen pipa kesulitan menjual berbagai produknya. Pelemahan ini terjadi karena banyak proyek infrastruktur yang sudah tidak lagi jalan akibat krisis yang melanda. Saat ini, stok pipa di pasar dalam negeri sudah mencapai puluhan ribu ton atau mampu mencukupi kebutuhan pipa hingga tiga bulan mendatang. Sementara itu, produsen hanya menurunkan produksinya sebesar 20% lantaran tidak mau pabriknya berhenti. "Saat ini sudah tidak ada lagi yang mau beli pipa," kata Untung Yusup, Wakil Ketua Gabungan Perusahaan Pipa Baja Indonesia (Gapipa), kemarin. Menurut Untung, lantaran pelemahan daya beli, produsen pipa sudah kesulitan menentukan harga jual. Bahkan, menurutnya konsumen sudah enggan membeli pipa walaupun harganya sudah berada di bawah harga bahan bakunya yakni hot rolled coil alias baja canai panas. "Saat ini kita sudah turunkan harganya jadi Rp 11.000 per ton, padahal HRC saja masih Rp 13.000 per ton," ungkapnya. Untung bilang jika kondisinya seperti ini terus, tidak menutup kemungkinan akan mengancam kolapsnya perusahaan pipa. Dengan begitu, pemutusan hubungan kerja (PHK) pasti tidak akan terelakkan. "Pemerintah harus bertindak untuk melindungi industri ini," harapnya. Menteri Perindustrian, Fahmi Idris malah mengatakan ada satu industri pipa di Semarang yang sudah menutup produksinya. "Saya telah mendapatkan laporan dari perusahaan pipa tersebut awal Oktober ini," katanya tanpa mau menyebutkan identitas perusahaannya. Untuk menghindari banyaknya pabrik yang tutup, pemerintah berencana membuat aturan tentang kewajiban menggunakan industri dalam negeri. Bukan hanya itu, pemerintah juga akan mempercepat pembangunan proyek infrastruktur agar industri ini mampu bangkit. "Kita akan usahakan," tegas Fahmi. Ketika dikonfirmasi kepada Untung, ia membenarkan kabar kolapsnya perusahaan tersebut. Sayang, ia enggan menyebutkan identitasnya karena perusahaan tersebut bukanlah anggota Gapipa. "Kemungkinan karyawannya mencapai 500 orang," ungkapnya. Untuk mengurangi industri yang kolaps, Gapipa meminta pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur crash program. Dengan begitu, barang produksinya akan banyak yang mengonsumsi. Sebabnya, buat apa menetapkan aturan kewajiban menggunakan barang lokal sementara daya belinya masih tidak ada. Bukan hanya itu, Gapipa juga meminta kepada pemerintah untuk menerapkan tata niaga impor. Tata niaga ini nantinya akan mengatur tentang importir mana saja yang boleh memasukkan pipa ke Indonesia. Selain itu, impor pipa tidak diperkenankan jika produksi dalam negeri masih mencukupi kebutuhan nasional. Tata niaga impor ini diminta Gapipa karena produsen dalam negeri mengkhawatirkan pipa baja asal China akan meramaikan pasar dalam negeri. Jika hal itu terjadi, maka produsen pipa dalam negeri akan tambah kesulitan bersaing. "Kita akan sampaikan kepada pemerintah," ungkapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Produsen Pipa Sulit Tentukan Harga Jual
JAKARTA. Melemahnya daya beli pipa membuat para produsen pipa kesulitan menjual berbagai produknya. Pelemahan ini terjadi karena banyak proyek infrastruktur yang sudah tidak lagi jalan akibat krisis yang melanda. Saat ini, stok pipa di pasar dalam negeri sudah mencapai puluhan ribu ton atau mampu mencukupi kebutuhan pipa hingga tiga bulan mendatang. Sementara itu, produsen hanya menurunkan produksinya sebesar 20% lantaran tidak mau pabriknya berhenti. "Saat ini sudah tidak ada lagi yang mau beli pipa," kata Untung Yusup, Wakil Ketua Gabungan Perusahaan Pipa Baja Indonesia (Gapipa), kemarin. Menurut Untung, lantaran pelemahan daya beli, produsen pipa sudah kesulitan menentukan harga jual. Bahkan, menurutnya konsumen sudah enggan membeli pipa walaupun harganya sudah berada di bawah harga bahan bakunya yakni hot rolled coil alias baja canai panas. "Saat ini kita sudah turunkan harganya jadi Rp 11.000 per ton, padahal HRC saja masih Rp 13.000 per ton," ungkapnya. Untung bilang jika kondisinya seperti ini terus, tidak menutup kemungkinan akan mengancam kolapsnya perusahaan pipa. Dengan begitu, pemutusan hubungan kerja (PHK) pasti tidak akan terelakkan. "Pemerintah harus bertindak untuk melindungi industri ini," harapnya. Menteri Perindustrian, Fahmi Idris malah mengatakan ada satu industri pipa di Semarang yang sudah menutup produksinya. "Saya telah mendapatkan laporan dari perusahaan pipa tersebut awal Oktober ini," katanya tanpa mau menyebutkan identitas perusahaannya. Untuk menghindari banyaknya pabrik yang tutup, pemerintah berencana membuat aturan tentang kewajiban menggunakan industri dalam negeri. Bukan hanya itu, pemerintah juga akan mempercepat pembangunan proyek infrastruktur agar industri ini mampu bangkit. "Kita akan usahakan," tegas Fahmi. Ketika dikonfirmasi kepada Untung, ia membenarkan kabar kolapsnya perusahaan tersebut. Sayang, ia enggan menyebutkan identitasnya karena perusahaan tersebut bukanlah anggota Gapipa. "Kemungkinan karyawannya mencapai 500 orang," ungkapnya. Untuk mengurangi industri yang kolaps, Gapipa meminta pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur crash program. Dengan begitu, barang produksinya akan banyak yang mengonsumsi. Sebabnya, buat apa menetapkan aturan kewajiban menggunakan barang lokal sementara daya belinya masih tidak ada. Bukan hanya itu, Gapipa juga meminta kepada pemerintah untuk menerapkan tata niaga impor. Tata niaga ini nantinya akan mengatur tentang importir mana saja yang boleh memasukkan pipa ke Indonesia. Selain itu, impor pipa tidak diperkenankan jika produksi dalam negeri masih mencukupi kebutuhan nasional. Tata niaga impor ini diminta Gapipa karena produsen dalam negeri mengkhawatirkan pipa baja asal China akan meramaikan pasar dalam negeri. Jika hal itu terjadi, maka produsen pipa dalam negeri akan tambah kesulitan bersaing. "Kita akan sampaikan kepada pemerintah," ungkapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News