Produsen rokok terjepit pungutan pajak



JAKARTA. Belum surut keluh-kesah pengusaha industri rokok atas rencana pemerintah menaikan target cukai tahun depan, kini pelaku industri rokok berhadapan dengan rencana kenaikan tarif pungutan lain yakni pajak pertambahan nilai (PPN) rokok.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemkeu) memutuskan menaikkan tarif PPN dari 8,4% tahun ini menjadi 8,7% mulai tahun 2016. Kenaikan tarif PPN tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 174/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Perhitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau.

"Kenaikan tarif PPN ini akan menambah beban industri rokok," kata Hasan Aoni Azis, Sekretaris Jenderal Gabungan Asosiasi Perserikatan Pengusaha Rokok Indonesia (Gappri) kepada KONTAN, Rabu (30/9).


Sebelum menaikkan tarif PPN ini, pelaku industri rokok juga telah menyatakan menolak rencana pemerintah menaikkan target cukai mulai tahun 2016. Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana menaikkan target cukai rokok menjadi Rp 148,9 triliun dari target cukai tahun ini senilai Rp 120,6 triliun.

Tak hanya Hasan yang keberatan dengan kenaikan PPN rokok ini, Muhaimin Muftie, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) juga melontarkan hal yang sama. "Kebijakan ini makin memberatkan kami,” terang Muhaimin kepada KONTAN, Rabu (30/9).

Dari dua jenis pungutan ini, Muhaimin bilang, beban kenaikan cukai yang paling berat dihadapi pelaku industri rokok. Meski begitu, Muhaimin menyayangkan sikap pemerintah yang menaikkan pungutan saat penjualan rokok sedang lesu.

Muhaimin maupun Hasan meminta pemerintah bersikap bijak saat kondisi ekonomi yang sedang lesu. Hasan menyebutkan, selama bulan Agustus 2015 lalu, terjadi penurunan produksi rokok sebesar 6,31% ketimbang produksi rokok pada periode yang sama tahun lalu.

Jika produksi rokok turun terus, Hasan mengingatkan ada potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) karena industri tak sanggup lagi membiayai biaya operasional. "Kalau penjualan rokok turun, maka mesin pabrik akan berhenti dan karyawan juga dihentikan," ancam Hasan.

Adapun Suryanto Yasaputra, Direktur Pemasaran PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) belum menghitung detail dampak kenaikan tarif PPN dan rencana kenaikan cukai rokok tahun depan. Akan tetapi, Suryanto memastikan, kenaikan harga rokok akan menghitung beban pungutan secara keseluruhan.

Hingga kini, Suryanto menegaskan, Wismilak belum melakukan pengurangan tenaga kerja. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan PHK menjadi pertimbangan perusahaan ini, jika kondisi penjualan rokok terus turun.

Sama halnya dengan Muhaimin dan juga Hasan, Suryanto juga meminta pemerintah untuk bersikap bijaksana dalam mematok pungutan ke industri rokok. Jika pungutan industri rokok naik, ujungnya adalah kenaikan harga jual. "Pemerintah harus pertimbangkan, saat harga naik apakah rokok terserap oleh pasar," kata Suryanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri