Produsen Rotan Minta Kelonggaran Ekspor



JAKARTA. Pengusaha rotan minta pemerintah memberi keleluasaan melakukan ekspor kepada mereka. Mereka menilai, keluhan industri pengolahan rotan yang kekurangan pasokan rotan, merupakan mengada-ada.

Seharusnya, jika pasokan kurang seharusnya harga rotan sudah naik. "Tapi nyatanya kan tidak ada kenaikan harga di pasaran," kata Lisman Sumardjadi Ketua Yayasan Rotan Indonesia, kemarin (14/12). Lisman mengaku banyak berurusan dengan petani pengumpul rotan.

Lisman berpendapat langkah pemerintah yang membatasi ekspor rotan, bisa mematikan para produsen rotan. Alasannya, banyak jenis rotan yang memang tidak terserap di dalam negeri.


Dus, jika pemerintah tetap melarang ekspor produk rotan yang tidak laku di dalam negeri, rotan itu akan terbuang sia-sia. "Lama-lama petani pemungut juga akan beralih komoditas," tandas Lisman.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) Julius Hoesan menambahkan bahwa dari 300 spesies rotan yang ada memang tidak semuanya bisa dimanfaatkan oleh industri mebel dalam negeri. "Mungkin hanya tujuh sampai delapan jenis yang bermanfaat di sini," katanya.

Realisasi ekspor selama semester I 2009 memang masih di bawah kuota. Misalnya saja untuk kategori washed and shulpurized (W/S) hanya 63,8% atau sekitar 7.981 ton. Padahal kuota yang disediakan mencapai 12.500 ton. Karena tidak ada alasan pemerintah melakukan pengetatan ekspor rotan termasuk dengan bea keluar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, 4 Desember lalu mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan yang memberlakukan bea keluar rotan. Menurut Permenkeu No 199/PMK.001/2009 tentang Tarif Bea Keluar Rotan. Tarifnya berkisar antara 15%-20%. Tarif bea keluar rotan setengah jadi dari segala jenis rotan dalam bentuk poles halus, misalnya, 15%. Sementara rotan washed and sulphurized dari jenis rotan Taman, Sega dan Irit dikenai tarif bea keluar 20%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test