JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak merisaukan industri roti lokal. Penyebabnya, harga tepung terigu, yang merupakan bahan baku utama roti tidak naik drastis. Sribugo Suratmo, Ketua Umum Asosiasi Roti, Biskuit, dan Mi Instan (Arobim), optimistis, pasar roti di dalam negeri sepanjang tahun ini bisa menikmati tumbuh sekitar 8% sampai 10%. Pertumbuhan konsumsi roti di pasar domestik tentu membawa dampak positif ke industri. "Semakin banyak pemain lokal yang bermain di bisnis roti, dan industri roti menengah semakin maju," ujar dia ke KONTAN, Jumat (11/10). Pelemahan rupiah ternyata tidak berdampak terhadap harga tepung terigu. Menurut Sribugo, saat rupiah sedang kurang darah, harga tepung terigu cuma terkerek 2% saja.
Ia menyatakan dengan kondisi seperti ini, sejatinya industri roti tidak perlu menaikan harga jual. Ia menuturkan, dalam pembuatan roti, tepung terigu cuma menyumbang sekitar 20% dari total bahan baku. "Industri roti membutuhkan tepung terigu rata-rata sekitar 20% dari total kebutuhan bahan baku sehingga tidak ada alasan untuk menaikan harga," tutur dia. Target dobel digit Prospek industri roti terdengar semakin cerah karena Sribugo memprediksi, semakin banyak orang di negeri ini yang mengonsumsi roti dari pada nasi. Tren hidup sehat, tutur Sribugo, mendorong banyak orang beralih dari nasi ke roti berserat, yang terbuat dari gandum utuh. Menurut perhitungan dia, porsi produksi antara roti gandum dengan roti tawar dari tepung terigu, kini, sudah sama besarnya, atau 50:50. Andreas Susanto, President Director and Chief Executive Officer PT Asa Foodenesia Abadi (Asa Foods) mengiyakan pernyataan Sribugo. Untuk tahun ini, ia menargetkan bisnis Asa Foods mengalami pertumbuhan sekitar 20%-30% dibandingkan dengan hasil penjualan tahun lalu. "Pertumbuhan bisnis kami seiring dengan pertumbuhan bisnis ritel, terutama minimarket," ujar dia ke KONTAN. Sejauh ini, Asa Foods belum mengerek harga jual produk rotinya, kendati kondisi makro tengah suram, seperti rupiah yang melemah. Andreas menyebut, bahan baku roti yang harganya naik gara-gara rupiah melemah justru mentega, yang masih impor. Meski begitu, Asa Foods tidak tinggal diam. Untuk mengatasi kendala ini, Asa Foods bakal memperbanyak produksi rotinya. Sayang, Andreas tidak merinci target kenaikan produksi.
Asa Foods juga tidak mencemaskan kemungkinan harga terigu bergerak fluktuatif. Di perusahaan tersebut, penggunaan terigu memang tidak terlalu tinggi. Menurut Andreas, penggunaan terigu setara dengan 50% dari total bahan baku yang digunakan untuk pembuatan roti tawar. Untuk jenis roti manis, terigu yang digunakan sebanding dengan 20% dari total bahan baku. Dalam sebulan, kata Andreas, Asa Foods mampu menjual 500.000 roti. Roti tawar menyumbang sekitar 30%-40% dari total penjualan. Berikut, roti berbahan gandum menyumbang 20%-30%. Sisanya datang dari roti jenis lain, seperti roti manis. Asa Foods membanderol produknya seharga Rp 6.000 hingga Rp 20.000 per buah. Andreas menyatakan, Asa Food tidak akan mengerek harga, namun tetap memantau pergerakan harga pesaing. Sama seperti Asa Foods, PT Nippon Sari Corpindo Tbk juga belum akan mengerek harga jual produk mereka, Sari Roti. Untuk tetap menjaga pangsa pasar, tutur Stephen Orlando, Public Relation Nippon Sari, perusahaan itu akan memantau posisi produknya di pasar. "Kami lebih memilih cara ini daripada menaikkan harga," ujar dia. Catatan saja Nippon Sari mengincar pertumbuhan bisnis minimal 30% di tahun ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan