Profil Ebrahim Raisi, Calon Supreme Leader Iran Meninggal dalam Kecelakaan Helikopter



KONTAN.CO.ID - Presiden Iran, Ebrahim Raisi, dinyatakan meninggal dunia pada hari Senin (20/5) setelah mengalami kecelakaan helikopter tragis di wilayah timur Azerbaijan sehari sebelumnya.

Kecelakaan helikopter Ebrahim Raisi menjadi pukulan berat, terutama karena sikap kerasnya menentang hegemoni Barat di Timur Tengah.

Tim penyelamat berhasil mengidentifikasi bangkai helikopter yang ditumpangi Raisi dan Menteri Luar Negerinya, Hossein Amirabdollahian.


Dikatakan bahwa helikopter yang digunakan benar-benar hangus akibat kecelakaan tersebut.

Raisi berada di perbatasan Azerbaijan pada hari Minggu untuk meresmikan Bendungan Qiz-Qalasi, sebuah proyek bersama kedua negara.

Raisi digadang-gadang menjadi penerus Pemimpin Tertinggi (Supreme Leader) Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan negara sejak 1989.

Baca Juga: Presiden Iran, Ebrahim Raisi, Dinyatakan Tewas dalam Kecelakaan Helikopter

Profil Ebrahim Raisi

Ebrahim Raisi lahir di Mashhad, Iran, pada 14 Desember 1960. Mengutip Al Jazeera, Raisi mulai belajar di seminari keagamaan Qom yang terkenal pada usia 15 tahun.

Setelahnya, Raisi belajar di bawah bimbingan beberapa cendekiawan Muslim pada saat itu. Di awal usia 20-an, Raisi diangkat menjadi jaksa di beberapa kota sampai akhirnya bekerja sebagai wakil jaksa di ibu kota Teheran.

Kepercayaan Ayatollah Ali Khamenei

Pada tahun 1988, ia menjadi bagian dari sebuah komite yang mengawasi serangkaian eksekusi tahanan politik. Peran ini membuatnya menerima sanksi dari AS.

Pada tahun 1989, ia diangkat menjadi jaksa di Teheran setelah kematian Pemimpin Tertinggi pertama Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Raisi terus mengisi pos-pos penting pemerintahan di bawah kepemimpinan Ayatollah Ali Khamenei, termasuk menjadi ketua Astan Quds Razavi, lembaga keagamaan terbesar di Mashhad, pada tanggal 7 Maret 2016. Ini merupakan langkah besar dalam karir politiknya.

Raisi memiliki kredibilitas yang kuat dalam lembaga keagamaan. Dirinya juga berhasil menjaga hubungan baik dengan semua cabang pemerintahan, militer dan legislatif serta kelas penguasa teokratis yang kuat.

Sosok Khamenei yang menjadi mentornya pun sukses membuat nama Raisi semakin populer di Iran.

Baca Juga: Presiden Iran Ebrahim Raisi Meninggal Kecelakaan Helikopter, Hamas Berduka

Mengincar Kursi Presiden

Raisi pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2017 melawan Hassan Rouhani, yang bersaing lagi untuk periode kedua. Raisi kalah dalam persaingan itu.

Rouhani adalah pemimpin Iran yang berperan melahirkan kesepakatan nuklir tahun 2015, atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). 

Lewat kesepakatan itu, Iran sepakat untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi.

Raisi, yang berasal dari kelompok yang lebih garis keras dibandingkan Rouhani, kerap mengkritik kebijakan Rouhani. Pemikirannya pun mendapatkan dukungan dari Khamenei.

Dalam pemilu presiden Iran tahun 2021, Raisi akhirnya menang telak dengan perolehan suara lebih dari 62%. Menariknya, presentase pemilih hanya mencapai 48,8%, karena beberapa tokoh reformis dan moderat dicegah untuk mencalonkan diri.

Di bawah Raisi, JCPOA berantakan. AS, di bawah kepemimpinan Donald Trump, secara sepihak menarik diri dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran.

Ekonomi Iran secara praktis kembali memburuk, terutama sejak serangan pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu.