KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satu lagi pembantu Presiden Jokowi yang tersangkut kasus dugaan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Terbaru, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Eddy Hiariej menjadi pembantu Jokowi ketujuh yang berurusan dengan hukum karena kasus KKN. Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka dugaan korupsi. Lalu mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkoinfo) Johnny G Plate di kasus dugaan korupsi BTS 4G. Penetapan tersangka Eddy Hiariej oleh KPK menjadi pertanda bahwa hukum di Indonesia sedang di titik nadir. Pasalnya, Eddy Hiariej adalah salah satu profesor hukum di Indonesia.
Dilansir dari Kompas.com, status hukum Eddy itu dibenarkan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata dalam konferensi pers, Jumat (9/11/2023) di Gedung KPK. Total, ada empat tersangka dalam kasus ini. "Pada penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu,” kata Alex. Alex menuturkan, Eddy dijerat Pasal Suap dan Gratifikasi UU Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga: Pejabat Penegak Hukum Tersandung Kasus, Pengamat: Mencederai Nama Baik Negara Alex pun mengaku telah menandatangani Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk empat orang tersangka. Namun, Alex belum bersedia mengungkap nama tiga tersangka lainnya. Menurut Alex, sebanyak tiga tersangka diduga menerima suap dan gratifikasi. Sementara satu pihak lainnya merupakan terduga pemberi suap. “Dari pihak penerima tiga pemberi satu,” ujar Alex. Kompas.com sudah menghubungi Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu melalui sambungan telepon dan pesan WhatsApp, tetapi belum direspons. Eddy pernah diperiksa penyidik KPK terkait kasus yang dilaporkan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) ini. Saat itu Eddy membantah telah menerima suap. Sementara itu, pengacara pelapor, Deolipa Yumara, mengapresiasi langkah KPK menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka. “Kami mengapresiasi kinerja KPK secara keseluruhan,” kata Deolipa Yumara kepada Kompas.com. Deolipa pun mendesak KPK untuk segera menahan Wamenkumham. Terlebih lagi, Eddy Hiariej masih berstatus sebagai pejabat negara. Ada "meeting of mind" Adapun IPW melaporkan dugaan gratifikasi Eddy pada 14 Maret 2023. Dalam laporannya, IPW menyebut Eddy menerima gratifikasi Rp 7 miliar dari seorang pengusaha berinisal HH yang diduga diterima dua asistennya pada 2022. Dalam laporan yang sama, Eddy juga diduga meminta agar dua asisten pribadi ditempatkan sebagai komisaris di perusahaan HH. KPK menyelidiki laporan IPW pada Mei 2023 setelah memastikan laporan tersebut dilengkapi cukup petunjuk dan sesuai dengan kewenangan KPK. Meski laporan awal berupa dugaan penerimaan gratifikasi, dalam perjalanannya KPK menemukan meeting of mind atau titik temu yang menjadi kesepakatan antara Eddy dan terduga penyuap. Meeting of mind itu menjadi latar belakang aliran dana ke Eddy Hiariej. Data PPATK Sebelumnya, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri menyatakan, KPK telah menerima data hasil analisis transaksi keuangan rekening Eddy dan anak buahnya. Menurut Ali, data transaksi itu didapatkan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Yang pasti kami sudah dapat data itu dari PPATK,” kata Ali saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (8/11/2023). Ali mengatakan, KPK berkoordinasi dengan PPATK terkait perkara dugaan suap dan gratifikasi Eddy Hiariej. Meski demikian, pihaknya tidak bisa mengungkapkan berapa nilai transaksi ganjil tersebut karena sudah masuk dalam materi penyidikan. “Substansi tentu tidak bisa kami sampaikan karena sedang berproses,” tutur Ali.
Baca Juga: Wamenkumham dan 3 Orang Lain Ditetapkan Tersangka Dugaan Gratifikasi Pernah membantah Eddy pernah menjalani pemeriksaan terkait kasus ini pada 20 Maret 2023. Ditemui selepas memberikan klarifikasi di kantor lembaga antirasuah bersama dengan asisten pribadi (aspri) dan kuasa hukumnya, Eddy Hiariej membantah adanya dugaan gratifikasi Rp 7 miliar yang dilaporkan Sugeng. "Kalau sesuatu yang tidak benar kenapa saya harus tanggapi serius? Tetapi supaya ini tidak gaduh, tidak digoreng sana-sini, saya harus beri klarifikasi," kata Wamenkumham, Senin (20/3/2023). Profil Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej Dilansir dari website Kemenkumham, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej adalah seorang guru besar dalam ilmu Hukum Pidana di Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta. Selama ini, Eddy Hiaried akhir mengajar di UGM. Eddy Hiariej menjadi dosen UGM sejak tahun 1999. Karier Eddy Hiariej di UGM pun bagus. Ia menjadi Asisten Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UGM pada tahun 2002-2007. Eddy Hiariej juga pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum dan LLM Program UGM. Hingga pada akhrinya tanggal 23 Desember 2020, Eddy Hiariej dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM pada Kabinet Indonesia Maju Periode 2020-2024. Eddy Hiariej meraih gelar tertinggi di bidang akademis dalam usia yang terbilang masih muda yaitu pada usia 37 tahun dari Fakultas Hukum UGM. Sebagai pakar hukum, Eddy Hiariej juga sering menjadi saksi ahli di persidangan. Dilansir dari
Kompas.com, Eddy Hiariej pernah dihadirkan menjadi ahli dalam sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 2017 silam.
Eddy Hiariej juga pernah dihadirkan menjadi ahli dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Ketika itu Eddy Hiariej dihadirkan oleh pasangan capres-cawapres nomor urut 01 yakni Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Eddy Hiariej juga pernah dihadirkan sebagai ahli dalam sidang Jessica Kumala Wongso dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin, atau juga dikenal sebagai kasus kopi sianida. Itulah profil Eddy Hiariej Wakil Menteri Hukum dan HAM yang menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto