KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keperkasaan euro mulai terkuras setelah data ekonomi di Eropa mengecewakan. Belum lagi, aksi
profit taking membuat EUR tertunduk di hadapan mata uang utama dunia lainnya. Mengutip
Bloomberg, Jumat (5/1), pasangan EUR/USD anjlok 0,32% ke level 1,2029, Serupa, EUR/GBP pun tergerus 0,46% menjadi 0,88644 dan pairing EUR/JPY tergelincir 0,04% ke posisi 136,02. Keruntuhan euro dimulai saat data estimasi inflasi tahunan bulan Desember hanya 1,4%. Angka ini di bawah pencapaian November sebesar 1,5%. Idem ditto, inflasi inti tahunan selama Desember 2017 lalu hanya 0,9%. Padahal, pasar memprediksikan, angkanya menanjak ke 1%.
Tapi, tak semua data di kawasan Eropa negatif. Buktinya, data harga barang yang dijual produsen alias Producer Price Index (PPI) Eropa di November naik 0,6%. Hanya, data itu belum mampu membawa EUR mengungguli dollar Amerika Serikat (AS). Padahal, the greenback juga sedang tertekan setelah beberapa data ekonomi AS tidak sesuai perkiraan. Lihat saja, data ISM Non-Manufacturing Purchasing Managers Index (PMI) Desember yang berada di level 55,9. Belum lagi, data klaim pengangguran negeri paman Sam yang melesat, dari 247.000 menjadi 250.000. Walau begitu, tingkat pengangguran AS stabil di 4,1%. Muhammad Barkah, Kepala Koordinator Riset Rifan Financindo Berjangka, menyebutkan, rekam kerja Eropa sempat membawa EUR pada level tertinggi. Walhasil, pelaku pasar banyak melakukan profit taking yang berakhir pada pelemahan euro. Koreksi ini diprediksi hanya sesaat. Barkah yakin, euro bakal menguat lantaran sentimen bisnis Eropa masih bullish. Karena itu, dia memperkirakan, EUR/USD hari ini (8/1) kembali rebound. Bagi Nizar Hilmy, Analis PT Soe Gee Futures, koreksi EUR di akhir pekan lalu wajar. Awal tahun ini, euro menanjak signifikan. Hal ini berkat pernyataan European Central Bank (ECB) yang sudah memberi sinyal program stimulus bisa berakhir di 2018. Dan,
profit taking juga data negatif berhasil dimanfaatkan poundsterling. Padahal, GBP masih dibayang-bayangi kekhawatiran proses Brexit. "Untuk Senin (8/2), masih koreksi, apalagi sejak awal tahun EUR/GBP sudah cenderung menguat," kata Nizar.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menambahkan, koreksi pairing EUR/JPY juga berkat
profit taking. Terlebih, belum ada data signifikan yang bisa menggerakkan mata uang negeri matahari terbit. Yen baru bergerak jika masalah geopolitik kembali memanas. "Yen dipandang sebagai aset safe haven, dan saat ini yang terjadi adalah fenomena
risk appetite, di mana investor lagi menyukai aset berisiko," jelas Alwi. Akibatnya, pelaku pasar pun cenderung mengalihkan dananya ke pasar saham yang memiliki fluktuasi tinggi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati