Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti berkontribusi besar bagi perekonomian nasional. Direktur Jenderal Pajak (DJP) Robert Pakpahan menjelaskan, UMKM menjadi tulang punggung perekonomian karena merepresentasikan 98,8 persen unit usaha yang ada di ekonomi. Bahkan, lanjut Robert, penyerapan tenaga kerja di UMKM juga terhitung tinggi, yakni sekitar 96,99 persen dari total tenaga kerja. Sektor ini juga menyumbang 60,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional. UMKM yang tersebar di berbagai daerah, sejatinya juga bisa membantu pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional. Karena menguasai sekitar 99 persen aktivitas bisnis dengan lebih dari 98 persen berstatus usaha mikro. Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Suryani Motik, menjelaskan, UMKM memiliki keunggulan yang tak dimiliki sektor usaha lain. Antara lain, punya kemampuan fokus yang spesifik, fleksibilitas nasional, biaya rendah, dan kecepatan inovasi. Hanya saja, dengan keunggulan itu, potensi UMKM belum dimaksimalkan. Ini terjadi karena banyak pelaku UMKM yang tidak mendapatkan akses pembiayaan bank untuk mengembangkan usahanya. Mereka dianggap tidak memenuhi persyaratan perbankan. Data Kementerian Koperasi dan UKM sampai akhir tahun 2015 menyebutkan, jumlah UMKM yang tidak mendapat pembiayaan bank melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar 71,5 persen atau sekitar 44,2 juta UMKM. Sementara yang sudah mendapat pinjaman dari perbankan hanya 28,5 persen dari 61,6 juta UMKM. Tak heran, banyak dari mereka yang mencari pinjaman dari sumber informal, dalam hal ini rentenir. Tentu saja ironi karena pada akhirnya merugikan pelaku UMKM. Sudah mafhum, meminjam ke rentenir dikenakan bunga tinggi. Jika tak mampu membayar, usaha terancam tutup bahkan terjerat utang. Pembiayaan Ultra Mikro
Progam UMi Mendorong Pelaku UMKM Semakin Mandiri dan Naik Kelas
Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti berkontribusi besar bagi perekonomian nasional. Direktur Jenderal Pajak (DJP) Robert Pakpahan menjelaskan, UMKM menjadi tulang punggung perekonomian karena merepresentasikan 98,8 persen unit usaha yang ada di ekonomi. Bahkan, lanjut Robert, penyerapan tenaga kerja di UMKM juga terhitung tinggi, yakni sekitar 96,99 persen dari total tenaga kerja. Sektor ini juga menyumbang 60,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional. UMKM yang tersebar di berbagai daerah, sejatinya juga bisa membantu pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional. Karena menguasai sekitar 99 persen aktivitas bisnis dengan lebih dari 98 persen berstatus usaha mikro. Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Suryani Motik, menjelaskan, UMKM memiliki keunggulan yang tak dimiliki sektor usaha lain. Antara lain, punya kemampuan fokus yang spesifik, fleksibilitas nasional, biaya rendah, dan kecepatan inovasi. Hanya saja, dengan keunggulan itu, potensi UMKM belum dimaksimalkan. Ini terjadi karena banyak pelaku UMKM yang tidak mendapatkan akses pembiayaan bank untuk mengembangkan usahanya. Mereka dianggap tidak memenuhi persyaratan perbankan. Data Kementerian Koperasi dan UKM sampai akhir tahun 2015 menyebutkan, jumlah UMKM yang tidak mendapat pembiayaan bank melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar 71,5 persen atau sekitar 44,2 juta UMKM. Sementara yang sudah mendapat pinjaman dari perbankan hanya 28,5 persen dari 61,6 juta UMKM. Tak heran, banyak dari mereka yang mencari pinjaman dari sumber informal, dalam hal ini rentenir. Tentu saja ironi karena pada akhirnya merugikan pelaku UMKM. Sudah mafhum, meminjam ke rentenir dikenakan bunga tinggi. Jika tak mampu membayar, usaha terancam tutup bahkan terjerat utang. Pembiayaan Ultra Mikro