KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Program 3 juta unit rumah per tahun oleh pemerintahan Prabowo Subianto akan memoles kinerja emiten sektor semen. Proyek ambisius tersebut diperkirakan akan meningkatkan permintaan semen hingga 5 tahun ke depan. Menurut Analis CGS CIMB Sekuritas Bob Setiadi, pelaksanaan program 3 juta rumah tersebut masih berisiko besar. Namun, keberhasilan pelaksanaannya dapat menambah 7% permintaan semen domestik di tahun 2025. Apabila berkaca dari program Presiden petahana Jokowi sebelumnya yakni membangun 1 juta rumah per tahun, maka tambahan 2 juta rumah per tahun dari pemerintahan Prabowo tentunya akan meningkatkan permintaan bahan bangunan.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Emiten Investasi, SRTG & PALM yang Catat Laba di Kuartal III 2024 Berdasarkan data dari Kementerian PUPR, total pembangunan rumah di bawah program pemerintah Indonesia mencapai 1,15 juta unit per tahun pada tahun 2021-2023. Ini berarti keberhasilan pelaksanaan program 3 juta rumah akan menambah 1,85 juta total rumah baru setiap tahunnya. Bob menuturkan, membangun rumah sederhana tipe 36 di Indonesia sendiri membutuhkan 2-3 ton semen per rumah. Dengan asumsi tidak ada pengurangan anggaran infrastruktur negara, maka program perumahan 3 juta akan meningkatkan permintaan semen domestik Indonesia sekitar 4,6 juta ton per tahun atau peningkatan 7% dalam permintaan semen domestik di 2025. Adapun latar belakang dari program 3 juta rumah per tahun yang diusung Prabowo untuk mengatasi masalah perumahan nasional. Backlog atau kesenjangan antara jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat dengan jumlah rumah yang telah dibangun saat ini diperkirakan mencapai sekitar 10 juta unit. Inisiatif program membangun 2 juta rumah di daerah pedesaan dan 1 juta di pusat kota setiap tahun tersebut diharapkan bisa meningkatkan ekonomi lokal, sekaligus menambah 14 juta lapangan pekerjaan baru. Bob memaparkan, untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintahan baru sedang menjajaki penghapusan pajak properti yang saat ini PPN 11% dan pajak perolehan tanah & bangunan 5%.
Selain itu, pemerintah memisahkan Perumahan Rakyat sebagai kementerian yang berdiri sendiri. Baca Juga: Rights Issue & Private Placement Ramai di Akhir 2024, Simak Rekomendasi Saham Ini Ada juga pembicaraan oleh pemerintah yang akan datang tentang potensi insentif pajak untuk masyarakat berpenghasilan menengah-bawah. Di samping itu, penyaluran kredit perumahan bersubsidi akan bermanfaat untuk meningkatkan daya beli masyarakat. ‘’Kami mempertahankan Overweight pada sektor semen karena ekspektasi pemulihan volume domestik di tengah perbaikan daya beli masyarakat kelas bawah,’’ ungkap Bob Setiadi dalam riset 1 November 2024. Bob memperkirakan, setiap peningkatan 1% dalam konsumsi semen domestik akan menghasilkan peningkatan 3% dalam laba bersih emiten semen yakni PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) pada tahun 2025. Selain emiten semen, penerima manfaat potensial lainnya dari program 3 juta rumah ini yakni emiten cat, keramik, dan ritel bahan bangunan. Perusahaan properti dan perbankan juga potensial karena diguyur oleh insentif perumahan terutama pada masyarakat kelas menengah bawah. Dari sisi kinerja, Indocement (INTP) membukukan laba bersih kuartal ketiga sebesar Rp 621 miliar yang meningkat 216% QoQ dan 9.2% YoY. Hasil tersebut menjadikan laba bersih atau bottom line INTP menjadi Rp 1,1 triliun atau lebih rendah 16.7% YoY selama periode Januari – September 2024.
Baca Juga: Cek Saham-Saham yang Paling Banyak Diborong Asing Selama Sepekan Ini Pendapatan INTP di sembilan bulan tahun ini secara umum juga sejalan dengan estimasi sebesar Rp13,3 triliun atau bertumbuh 3% YoY. Sementara, margin EBITDA meningkat menjadi 15.3% di kuartal ketiga yang menandai peningkatan margin kuartalan secara tahunan untuk pertama kalinya sejak INTP berkonsolidasi dengan Semen Grobogan pada Desember 2023. Sedangkan, Semen Indonesia (SMGR) membukukan laba bersih kuartal ketiga sebesar Rp 218 miliar yang melesat 636% QoQ dan -74% YoY. Hasil tersebut menghasilkan laba bersih SMGR sebesar Rp720 miliar yang lebih rendah 58% YoY selama Januari – September 2024. Pendapatan SMGR juga terpantau turun 7% YoY menjadi Rp9.9 triliun pada kuartal ketiga, meskipun bertumbuh 23% QoQ. Sebagian besar lesunya pendapatan disebabkan oleh penurunan volume penjualan sebesar 9% YoY menjadi 10.3 juta ton, efek penurunan -5% YoY pada volume domestik dan -30% YoY pada volume ekspor.
Bob menyarankan Add untuk INTP dan SMGR dengan target harga masing-masing sebesar Rp 8.600 per saham dan Rp 5.300 per saham. Risiko negatif dari rekomendasi ini adalah melemahnya permintaan semen, perubahan yang tidak menguntungkan dalam kebijakan DMO, penerapan pajak karbon, serta penerapan peraturan pengenaan muatan berlebih pada truk atau ODOL.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .