KONTAN.CO.ID - BALI. Meningkatnya bauran minyak sawit pada biodiesel di tahun 2020 diprediksi bakal mempengaruhi harga Crude Palm Oil (CPO) di tahun depan. Pertumbuhan permintaan yang lebih tinggi dibandingkan produksi akan mempengaruhi stok minyak sawit dan berdampak terhadap harga. Thomas Mielke, CEO Oil World, lembaga analis pasar global, memperkirakan bahwa selama 12 bulan ke depan atau dari periode Oktober 2019-September 2020 stok CPO akan lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Hal itu lantaran adanya ketidak seimbangan antara pertumbuhan pasokan dan konsumsi minyak sawit. Menurut Thomas, konsumsi CPO diproyeksi menyentuh angka 80-81 juta ton atau tumbuh sekitar 3,5 juta ton. Sementara produksi CPO diproyeksikan hanya tumbuh sekitar 1,5 juta ton atau menjadi 78,2 juta ton, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 4,6 juta ton.
Baca Juga: Buka IPOC 2019, ini yang jadi sorotan Ma'ruf Amin untuk industri sawit Indonesia Thomas mengungkapkan, pertumbuhan produksi yang melambat tersebut lantaran dipengaruhi oleh produsen utama, seperti Indonesia dan Malaysia. Alasannya, utamanya karena pengaruh cuaca yang kering. "Juga karena perlambatan tanaman baru, rendahnya peremajaan, dan berkurangnya penggunaan zat penyubur," katanya dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2019, di Nusa Dua, Bali, Jum'at (1/11). Dalam konferensi yang sama, Direktur Eksekutif Dewan Negara-negara produsen minyak sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Tan Sri Datuk Yusof Basiron menilai permintaan minyak sawit secara global akan terus tumbuh meski ada tensi perang dagang dan proteksionisme. Baca Juga: Faktor-faktor ini yang bikin harga CPO sentuh rekor baru Ia memproyeksikan, permintaan minyak sawit global bisa bertambah 5 juta ton pada tahun 2020. Menurutnya, penopang pertumbuhan itu lantaran program pengembangan biodiesel yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia. Pada tahun depan, bauran minyak sawit di Malaysia akan ditambah dari 10% (B10) menjadi B20.