Maraknya aksi menanam pohon oleh perusahaan memicu tingginya permintaan bibit pohon. Mereka menjadikan penanaman pohon sebagai tanggungjawab sosial perusahaan. Alhasil, bisnis bibit pohon kian menjanjikan. Banyak pembudidaya bibit tanaman keras memetik laba besar dari bisnis ini.Permintaan bibit tanaman keras terus meningkat belakangan ini. Peningkatan permintaan ditopang oleh maraknya aksi perusahaan yang melakukan penanaman pohon di lahan-lahan tandus. Umumnya, perusahaan menanam pohon-pohon keras, seperti jati, mahoni, sengon, trembesi, akasia, dan jabon.Perusahaan menjadikan penanaman pohon sebagai program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR). Kebanyakan, perusahaan yang menjalankan program penanaman pohon ini merupakan perusahaan tambang. Tak heran, bisnis bibit pohon kian menjanjikan. Salah satu yang sukses menjalani usaha ini adalah Haposangan Sitorus, pemilik CV Putra Toba Perkasa yang berdomisili di Kompleks BDS, Balikpapan, Kalimantan Timur. Sejak tahun 2010 silam, ia memasok sejumlah bibit ke beberapa perusahaan tambang di wilayah Kalimantan Timur. Di antara perusahaan yang sudah menjadi langganannya adalah PT Kaltim Prima Coal (KPC).Hingga kini, Haposangan sudah memasok banyak bibit tanaman keras ke sejumlah perusahaan. Rata-rata sekali dipasok mencapai 2.000 bibit dengan harga mulai dari Rp 2.500 hingga Rp 16.000 per bibit. Bibit-bibit yang dijual antara lain bibit ulin seharga Rp 16.000 per batang, akasia Rp 2.000, dan meranti Rp 2.500.Sekali menerima order, omzet yang masuk ke kantongnya sekitar Rp 35 juta. Adapun omzet dalam sebulan tidak menentu, tergantung pesanan. Namun bila dirata-ratakan, ia bisa mendapatkan dua sampai tiga kali pesanan. Jadi, ia menerima omzet sekitar Rp 100 juta per bulan dengan laba bersih 20%. "Jumlah pesanan memang tidak menentu," jelasnya.Sukses berbisnis bibit juga dirasakan Saiful, pemilik Ready Stock Bibit Tanaman Keras asal Bogor, Jawa Barat. Sama halnya Haposan, ia juga membidik perusahaan kecil yang menjalankan program pelestarian lingkungan. Sekali mendapat pesanan, ia mengaku dapat menjual bibit 400 bibit dengan harga rata-rata Rp 2.000 perbibit. Jadi, sekali dapat pesanan Saiful bisa mengantongi omzet Rp 800.000. Dalam sebulan ia bisa mendapat pesanan empat kali dengan omzet sebesar Rp 3,2 juta. Adapun laba bersih yang diterimanya sekitar 20%. "Jual bibit hanya pekerjaan sampingan saya saja," jelasnya.Saiful biasanya mendapatkan bibit dari daerah Ciapus, Bogor. Ia kemudian membesarkan bibit tersebut dan menjualnya ke daerah-daerah di Jabodetabek. "Ada banyak peminat dari luar kota, tapi saya belum bisa melayani mereka," jelas Saiful.Selai menyemai sendiri, ia juga membeli bibit dari petani. Bibit yang dibeli beragam, seperti jati, mahoni, dan jabon. "Saya menjualnya dengan sistem bagi hasil," kata Saiful. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Program CSR marak, bibit tanaman keras pun laris
Maraknya aksi menanam pohon oleh perusahaan memicu tingginya permintaan bibit pohon. Mereka menjadikan penanaman pohon sebagai tanggungjawab sosial perusahaan. Alhasil, bisnis bibit pohon kian menjanjikan. Banyak pembudidaya bibit tanaman keras memetik laba besar dari bisnis ini.Permintaan bibit tanaman keras terus meningkat belakangan ini. Peningkatan permintaan ditopang oleh maraknya aksi perusahaan yang melakukan penanaman pohon di lahan-lahan tandus. Umumnya, perusahaan menanam pohon-pohon keras, seperti jati, mahoni, sengon, trembesi, akasia, dan jabon.Perusahaan menjadikan penanaman pohon sebagai program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR). Kebanyakan, perusahaan yang menjalankan program penanaman pohon ini merupakan perusahaan tambang. Tak heran, bisnis bibit pohon kian menjanjikan. Salah satu yang sukses menjalani usaha ini adalah Haposangan Sitorus, pemilik CV Putra Toba Perkasa yang berdomisili di Kompleks BDS, Balikpapan, Kalimantan Timur. Sejak tahun 2010 silam, ia memasok sejumlah bibit ke beberapa perusahaan tambang di wilayah Kalimantan Timur. Di antara perusahaan yang sudah menjadi langganannya adalah PT Kaltim Prima Coal (KPC).Hingga kini, Haposangan sudah memasok banyak bibit tanaman keras ke sejumlah perusahaan. Rata-rata sekali dipasok mencapai 2.000 bibit dengan harga mulai dari Rp 2.500 hingga Rp 16.000 per bibit. Bibit-bibit yang dijual antara lain bibit ulin seharga Rp 16.000 per batang, akasia Rp 2.000, dan meranti Rp 2.500.Sekali menerima order, omzet yang masuk ke kantongnya sekitar Rp 35 juta. Adapun omzet dalam sebulan tidak menentu, tergantung pesanan. Namun bila dirata-ratakan, ia bisa mendapatkan dua sampai tiga kali pesanan. Jadi, ia menerima omzet sekitar Rp 100 juta per bulan dengan laba bersih 20%. "Jumlah pesanan memang tidak menentu," jelasnya.Sukses berbisnis bibit juga dirasakan Saiful, pemilik Ready Stock Bibit Tanaman Keras asal Bogor, Jawa Barat. Sama halnya Haposan, ia juga membidik perusahaan kecil yang menjalankan program pelestarian lingkungan. Sekali mendapat pesanan, ia mengaku dapat menjual bibit 400 bibit dengan harga rata-rata Rp 2.000 perbibit. Jadi, sekali dapat pesanan Saiful bisa mengantongi omzet Rp 800.000. Dalam sebulan ia bisa mendapat pesanan empat kali dengan omzet sebesar Rp 3,2 juta. Adapun laba bersih yang diterimanya sekitar 20%. "Jual bibit hanya pekerjaan sampingan saya saja," jelasnya.Saiful biasanya mendapatkan bibit dari daerah Ciapus, Bogor. Ia kemudian membesarkan bibit tersebut dan menjualnya ke daerah-daerah di Jabodetabek. "Ada banyak peminat dari luar kota, tapi saya belum bisa melayani mereka," jelas Saiful.Selai menyemai sendiri, ia juga membeli bibit dari petani. Bibit yang dibeli beragam, seperti jati, mahoni, dan jabon. "Saya menjualnya dengan sistem bagi hasil," kata Saiful. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News