KONTAN.CO.ID - Berkat aturan hilirisasi nikel, pemerintah berhasil meningkatkan ekspor nilai. Mengacu pada laporan BPS berjudul “
Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Kelompok Komoditi dan Negara, Desember 2022”, selama tahun 2022 Indonesia berhasil mengekspor nikel sebanyak 777,4 ribu ton atau naik 367% year on year (
yoy) atau naik dari 166,3 ribu ton pada tahun 2021. Berkat pertumbuhan ini juga, nilai total ekspor nikel Indonesia pada 2022 juga melonjak 369% yoy menjadi USD5,96 miliar atau naik dari USD1,27 miliar pada tahun 2021 lalu. Peningkatan ini tentu menjadi kabar baik bagi industri pertambangan nasional, khususnya tambang nikel. Apalagi pemerintah memang sedang gencar membangun banyak smelter baru untuk mempercepat manfaat program hilirisasi. Melansir
Nikkei Asia, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengutarakan, jumlah smelter nikel di Indonesia naik signifikan dari 15 pada 2018 menjadi 62 pada bulan April 2023 lalu. Jumlah tersebut masih dapat terus bertambah karena masih terdapat 30 smelter sedang dibangun dan 50 smelter sedang dalam tahap perencanaan.
Meskipun mampu meningkatkan nilai ekspor nikel, bukan berarti program hilirisasi nikel dapat berjalan mulus. Pemerintah Indonesia masih terus mengajukan banding agar menang dari gugatan Asosiasi Perdagangan Dunia (WTO) karena enggan mengekspor bijih nikel. Pemerintah menilai, pelarangan ekspor bijih nikel dapat mengembangkan program hilirisasi guna meningkatkan perekonomian nasional.
Bangun pabrik pengolahan baru Untuk mendukung program hilirisasi pemerintah, PT Merdeka Copper Gold Tbk (kode emiten MDKA) melalui anak perusahaannya bernama PT Merdeka Battery Materials Tbk, baru saja menandatangani perjanjian definitif dengan membuat perusahaan bersama atau
joint-venture dengan GEM Co Ltd (GEM) pada Senin, (25/9). Perusahaan
joint-venture ini akan membangun pabrik pengolahan dengan teknologi
High-Pressure Acid Leach (HPAL) baru di dalam kompleks Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), bersebelahan dengan HPAL milik PT QMB New Energy Materials (QMB) yang sudah beroperasi sejak pertengahan 2022. HPAL ini akan dibangun dan dioperasikan di bawah naungan PT ESG New Energy Material atau HPAL JV Co. Berdasarkan ketentuan perjanjian JV HPAL, GEM akan bertanggung jawab dalam proses desain, konstruksi, dan pengoperasian pabrik pengolahan HPAL. GEM akan menyelesaikan pembangunan pabrik pengolahan HPAL dalam dua tahap menggunakan sistem
turn-key dengan biaya investasi konstruksi gabungan maksimum USD 600 juta dengan jaminan biaya konstruksi disediakan oleh GEM. Sementara
MBMA bakal bertindak mengurus perizinan dan segala hal yang berkaitan insentif pemerintah untuk pembiayaan proyek. Jadwal pengujian (
commissioning) tahap satu akan diselenggarakan pada akhir 2024 dan tahap dua pada pertengahan tahun 2025. Smelter tahap pertama memiliki kapasitas sebesar 20.000 ton nikel dalam
mixed hydroxide precipitate (MHP) per tahun. Sedangkan tahap kedua, kapasitas bertambah menjadi 30.000 ton nikel dalam MHP per tahun. Agar hilirisasi nikel dapat berkembang untuk banyak produk, MBMA kini sedang berencana untuk mengembangkan proyek anoda dan katoda. GM External Affairs MBMA
Muhammad Toha mengutarakan, rencana ini diharapkan dapat sejalan dengan perkembangan ekosistem baterai listrik di Indonesia. Pasalnya, konsumsi baterai kendaraan listrik cukup tinggi pada tahun 2040 mendatang. Untuk mendukung rencana tersebut, MBMA kini sedang menggandeng sejumlah partner untuk membangun proyek anoda dan katoda di Indonesia. Pengembangan proyek ini diharapkan mampu memproses nikel menjadi bahan baku baterai untuk kebutuhan kendaraan listrik di masa depan. “Keberadaan mobil listrik akan mendorong MBM menjadi salah satu pemasok bahan baku baterai EV ke depannya,” ujar
Toha pada Senin (14/8). Toha menambahkan, MBMA juga akan mengembangkan pengolahan cadangan bijih nikel limonite yang masih melimpah melalui teknologi HPAL. Pengembangan JV HPAL ini merupakan pengembangan HPAL MBMA kedua selain rencana MBMA dalam pengembangan HPAL yang berada di area
Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP), yang saat ini masih dalam tahap Feasibilty Study. Bahkan, pabrik pengolahan ini diharapkan mampu menjadi pusat bahan baku baterai mobil listrik Indonesia di masa depan.
Tambang Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), yang juga dimiliki oleh MBMA, akan mulai memasok bijih nikel saprolite di paruh kedua 2023 untuk diproses menjadi Nickel Pig Iron (NPI) pada tiga smelter nikel berteknologi
Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) di
Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.Tambang SCM yang berlokasi di Sulawesi Tenggara mencatat cadangan sumber daya mineral mencapai 1,1 miliar dmt yang mengandung 13,8 juta ton nikel (77% limonite) dan 1 juta ton kobalt. Dengan komposisi dan cadangan nikel yang besar, Toha menyatakan MBMA akan terus mengembangkan pabrik pengolahan yang terintegrasi guna mengolah cadangan bijih nikel dengan teknologi RKEF dan HPAL. “Ini yang menjadi penyebab kami begitu intens dan meyakini industri nikel dengan teknologi HPAL akan sangat menarik ke depannya,” pungkas Toha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Indah Sulistyorini