Program KPR skema FLPP terancam tak diminati



JAKARTA. Bagi perbankan, menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan perumahan (FLPP) tak menarik lagi. Pasalnya, selain dipaksa menurunkan suku bunga pinjaman, Kementerian Perumahan Rakyat akan mengurangi penempatan dana dari 60% jadi 50%. Artinya, dana yang disetorkan bank bertambah besar.

Indrastomo Nugroho, Head of Product and Business Credit Consumer PT Bank BNI Tbk (BBNI), mengatakan, bank akan merespon peningkatan porsi dana di FLPP dengan menaikkan bunga kredit. Tanpa mendistribusikan lagi beban tersebut ke nasabah bank sulit untung.

"Penambahan dana bank akan mendorong biaya dana. Selain itu, premi risiko sebagai pencadangan kredit macet juga meningkat," ujarnya.


Ari Purwandono, Direktur Pengembangan Bisnis PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Syariah, meminta Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) memikirkan keuntungan yang layak bagi bank. Sebab, bank memiliki target Return on Equity (ROE) dan menanggung risiko. "Sebaiknya pemerintah menambah penempatan dananya agar meringankan masyarakat terutama golongan bawah," ujarnya.

Informasi saja, saat ini Kemenpera menghentikan sementara program FLPP. Pemicunya, ketidaksepakatan soal bunga. Kemenpera meminta bank penyalur FLPP menurunkan bunga dari 8,15% menjadi sekitar 6%. Pertimbangannya, pemerintah ikut setor dana sehingga biaya dana harusnya lebih rendah.

Sementara bank menilai bunga 6% tidak menguntungkan, malah merugikan. Saat ini negosiasi tengah berlangsung dan diharapkan rampung sebelum bulan depan.

Saat ini bank melakukan kajian besaran bunga FLPP. Namun, yang menjadi penghalang adalah bunga kredit yang tetap selama 15 tahun. Kebijakan tersebut merugikan bank, karena menafikan faktor fluktuasi bunga mengikuti mekanisme pasar.

Persoalannya, dalam perjanjian dengan Kemenpera, tidak ada opsi untuk menaikkan suku bunga. "Saat ini BI rate 6% tetapi siapa yang tahu kalau BI rate pada dua atau tiga tahun lagi akan tetap segitu. Harusnya ada penyesuaian, mengikuti pasar," tambahnya.

Sebelumnya, Menpera Djan Faridz mengatakan penurunan plafon dana FLPP bertujuan agar bank berperan aktif dalam program ini. Dengan mengeluarkan uang lebih banyak, bank akan lebih selektif memilih nasabah yang berhak memperoleh FLPP. "Pemerintah tidak akan ikut campur, karena risiko kredit macet banyak ditanggung oleh bank," ujarnya.

Saat ini, Kemenpera sedang menunggu proposal baru dari perbankan. Kemenpera optimis perjanjian kerjasama operasional (PKO) dengan perbankan tentang program FLPP akan aktif kembali pada bulan Februari nanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: