KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program makan siang gratis yang diusung oleh pasangan Presiden & Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka masih memantik polemik. Meski telah berubah nama menjadi makan bergizi gratis, tapi catatan terhadap program ini belum berubah, khususnya terkait efektivitas anggaran yang bisa mengerek beban fiskal. Tak hanya dari dalam negeri, sorotan terhadap program ini juga datang dari lembaga investasi dan keuangan global. Salah satunya Morgan Stanley yang memangkas peringkat investasi di pasar modal Indonesia. Morgan Stanley menurunkan rekomendasi saham-saham Indonesia menjadi "
underweight" dalam portofolio investasi untuk pasar Asia dan
emerging markets. Pertimbangan lembaga keuangan asal Amerika Serikat (AS) tersebut di antaranya soal tren pelemahan nilai tukar rupiah dan beban fiskal yang menantang menjelang pergantian pemerintahan. Janji kampenye Prabowo-Gibran untuk memberi makan dan susu gratis bagi siswa berpotensi membebani keuangan negara secara signifikan.
"Kami melihat ketidakpastian dalam arah kebijakan fiskal Indonesia di masa mendatang, serta pelemahan nilai tukar rupiah di tengah tingginya suku bunga AS dan prospek dolar AS yang kuat," ungkap para ahli Morgan Stanley, dalam catatan tertanggal 10 Juni lalu seperti dikutip Bloomberg.
Baca Juga: Prabowo Siapkan Program Makan Bergizi Gratis, Pengusaha Tahu Tempe Minta Dilibatkan Research Analyst Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani mengamati proses transisi pemerintahan menjadi salah satu faktor penting yang diperhatikan pelaku pasar. Program makan bergizi gratis turut memicu kekhawatiran pasar karena berpotensi mendongkrak defisit fiskal. Kekhawatiran ini lantas turut menyeret pelemahan rupiah, yang kemudian menjadi bagian dari katalis penekan pasar saham. Junior Research Analyst Panin Sekuritas, Sarkia Adelia Lukman turut menyoroti sikap
wait and see pelaku pasar ikut menghambat laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat ambles di penghujung semester I-2024. Dari faktor domestik, pelaku pasar tampak masih
wait and see menanti kebijakan fiskal pemerintahan baru. Para investor akan fokus pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang bakal dibacakan pada bulan Agustus mendatang. "Apabila nantinya RAPBN ini memperluas defisit fiskal akibat penambahan anggaran untuk program makan gratis, maka utang berpotensi meningkat dan ini akan kompleks terhadap tren perlanjutan depresiasi nilai tukar," kata Sarkia kepada Kontan.co.id, Kamis (27/6). Menggerus Anggaran Pemerintah Catatan terhadap program makan bergizi gratis juga ramai bergulir di dalam negeri, termasuk dari lembaga nirlaba atau Non-Governmental Organization (NGO). Salah satunya dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). FITRA memprediksi akan terjadi penurunan pagu anggaran di Kementerian dan Lembaga (K/L)dalam RAPBN di tahun 2025. Rata-rata penurunan pagu anggaran K/L ditaksir bisa mencapai 10%-20% dari tahun sebelumnya, yang disinyalir berkaitan dengan program makan bergizi yang akan direalisasikan tahun depan. Berdasarkan simulasi versi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Kemen PPN/Bappenas) program makan bergizi gratis membutuhkan alokasi anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk 20.000 porsi pada tahun 2025. Alokasi tersebut merupakan simulasi awal dari kebutuhan alokasi anggaran sebesar Rp 185,2 triliun per tahun. Sekretaris Jenderal FITRA, Misbah Hasan menilai anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp 71 triliun terlalu besar. Apalagi skema pemberian makan bergizi gratis belum jelas seperti apa teknisnya. "Program ini belum jelas akan diurus oleh kementerian mana, apakah akan dilakukan kemeterian tersendiri atau lintas kementerian. Hal ini menjadi penting karena berkaitan dengan struktur kabinet baru. Harusnya terlebih dahulu dilakukan uji pubik, jangan sampai ditengah jalan terjadi persoalan," ungkap Misbah.
Peneliti FITRA Gurnadi Ridwan menambahkan, selain masalah teknis dan pendanaan dalam persiapan program makan bergizi gratis, pemerintah perlu membuat mitigasi untuk mengatasi kebocoran anggaran dan
conflict of interest dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ). "Jangan sampai program makan siang gratis dijadikan bancakan dan bagi-bagi jatah saja, hal ini tentu akan berakibat pada efektifitas dan dampak program," jelas Gurnadi. Gurnadi juga memberikan catatan apabila alokasi makan bergizi gratis masuk dalam pos cadangan yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Berdasarkan pengalaman FITRA, imbuhnya, transparansi dan akuntabilitas anggaran di BUN relatif sulit diakses. "Publik tentu tidak rela jika alokasi anggaran sebesar Rp 71 triliun akan banyak dihabiskan untuk administrasi, rapat dan koordinasi saja, oleh sebab itu transparansi anggarannya harus jelas," tegas Gurnadi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih