Program Pelatihan Prakerja akan Dilaksanakan Offline, Ini Penjelasan Pemerintah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan mulai memberlakukan Program Kartu Prakerja dengan skema new normal di tahun depan. Untuk itu, berbagai persiapan pelaksanaan sudah mulai dijalankan pada akhir tahun ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pelaksanaan program Kartu Prakerja dengan skema new normal tersebut akan dimulai pada kuartal I-2023 yang akan menjangkau 1 juta penerima.

"Dengan skema new normal ini, metode pelatihan akan dilakukan secara offline, online, dan hybrid serta insentif yang diberikan akan dilakukan penyesuaian," ujar Airlangga dalam keterangan resminya, Rabu (21/12).


Baca Juga: Buka Pospay Atau Kemnaker.go.id, 900.000 Pekerja Belum Ambil BSU Di Kantor Pos

Sebagai gambaran, skema normal merupakan skema program Kartu Prakerja yang lebih memfokuskan bantuan untuk meningkatkan skill dan produktivitas angkatan kerja, berupa bantuan biaya pelatihan secara langsung kepada peserta dan juga insentif usai menyelesaikan pelatihan, dengan ragam pelatihan skilling, reskilling, dan upskilling.

Dalam menyiapkan skema normal, Perubahan Kedua Peraturan Presiden terkait Kartu Prakerja telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden RI Nomor 113 Tahun 2022. 

Perubahan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai peraturan pelaksanaan juga telah ditetapkan melalui Permenko Nomor 17 Tahun 2022.

Selama ini, penyelenggaraan kartu pekerja dilakukan 100% secara online, sehingga dapat menjangkau dengan sangat luas. 

Pemanfaatan teknologi digital juga digunakan untuk pendaftaran, penyaringan peserta, hingga penyelenggaraan pelatihan. Terlebih di masa pandemi, pelatihan dilaksanakan 100% secara online, menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah dalam penanggulangan Covid-19.

Baca Juga: Siap-Siap, Pelatihan Kartu Prakerja Bakal Tatap Muka alias Offline di Awal 2023

“(Kartu Prakerja) menjadi program dengan platform teknologi, karena apabila dengan sistem analog atau manual, tidak mungkin ada satu kementerian bisa meng-handle pendaftaran 40,8 juta dan memprosesnya. Jadi kalau tidak menggunakan digital, tidak menggunakan AI, ini tidak bisa. Termasuk juga bagaimana menyeleksi inclusiveness, kalau kita tidak menyaring dengan teknologi, tentu akan sulit,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli