KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menjadi fondasi baru pembangunan perkebunan kelapa sawit rakyat. Karena itu, program PSR tidak hanya semata-mata menggantikan tanaman tua dengan tanaman baru, tapi juga erat terkait dengan peningkatan produktivitas tanaman sawit rakyat. Mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih mengatakan, dengan konsep di atas, maka ada banyak hal yang harus dibenahi dengan program PSR. Karena program ini bukan sekedar menggantikan tanaman tua dengan tanaman muda, tapi juga menata perkebunan rakyat.
Baca Juga: Asosiasi petani sawit sebut alokasi dana sawit masih salah sasaran "Kita harus berpikir skala makro dan bukan hanya skala mikro," ujar Bungaran dalam seminar nasional dengan tema "Seriuskah Program Peremajaan Sawit Rakyat?" yang dilaksanakan Media Perkebunan, Rabu (10/7). Lebih lanjut, Bungaran memaparkan, bila konsep PSR yang digagas itu dilaksanakan, maka dalam program PSR pemerintah harus men-design tanaman sawit rakyat tersebut. Sebab bila pemerintah tidak benar-benar membenahi tanaman sawit perkebunan rakyat, maka akan terus menjadi masalah dalam beberapa tahun mendatang, meskipun pemerintah telah melakukan peremajaan.
Baca Juga: Potensi besar, industri sawit meminta percepatan penggunaan CPO dalam bahan bakar “Saya melihat ini salah satu strategi pemerintah untuk mensinkronkan pemerintah pusat dengan daerah. Atas dasar itulah presiden turun langsung ke bawah untuk membenahinya. Ini dilakukan agar sawit rakyat naik kelas dan lebih berkelanjutan,” ucap Bungaran. Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan),Antarjo Diki, sependapat dengan Bungaran. Ia mengatakan, dengan melakukan PSR ini maka akan ada banyak hal yang terbenahi. Ia mengambil contoh pada era 1980-an ada banyak lahan terlantar yang sulit untuk dibudidayakan untuk pertanian. Lalu masuklah tanaman kelapa sawit yang mampu mengubah ekonomi masyarakat. Bahkan ada masyarakat yang sudah 30 tahun menetap di sana dan hidup dari kelapa sawit. “Dari yang tidak punya kendaraan menjadi punya kendaraan sekelas pejabat dan bisa menunaikan ibadah haji semua itu karena kelapa sawit,” kata Antarjo.
Baca Juga: Bermanfaat bagi petani, Apkasindo minta pungutan ekspor sawit dipertahankan Melihat fakta tersebut, Antarjo mengakui, bahwa tanaman kelapa sawit telah mengubah ekonomi masyarakat. Bahkan bukan hanya masyarakat yang merasakan dampak ekonominya, tapi juga pemerintah daerah (Pemda) setempat. “Dari kelapa sawit daerah-daerah tumbuh dan berkembang dan itu bukti nyata,” tutur Antarjo. Namun, ia menuturkan dengan berkembangnya kelapa sawit rakyat ini, negara luar dalam hal ini Eropa merasa terganggu. Padahal negara Eropa juga melakukan hal yang sama sebelum menjadi seperti saat ini. “Eropa hanya ingin menang sendiri, padahal dia senidiri untuk menjadi negara maju juga melakukan hal yang sama. Apakah yang dia lakukan pola
sustainable?” Tanya Antrajo.
Baca Juga: Kemtan targetkan replanting 200.000 hektare lahan sawit tahun depan Meski begitu, Antrajo mengakui bahwa permintaan akan produk kelapa sawit masih tinggi. Tapi tetap harus dibenahi agar tidak ada celah untuk memojokan produk kelapa sawit.
Pengamat Perkebunan Gamal Nasir, membenarkan bahwa pertumbuhan kelapa sawit rakyat cukup pesat karena memang memberikan banyak manfaat, dan itu sudah terbukti. Berdasarkan catatan Ditjen Perkebunan Keman 2017, dari luas perkebunan kelapa sawit12,30 juta hektare, yang dimiliki oleh rakyat atau petani mencapai 4,75 juta hektare. Angka ini meningkat tajam dibandingkan dengan 1979, di awal perkebunan rakyat, dimana total luas perkebunan kelapa sawit hanya 260.939 hektare dan yang dimiliki oleh petani seluas 3.125 hektare. “Artinya program PSR ini sangatlah berat jika tidak dilakukan dengan bersungguh-sungguh,” terang Gamal. Target PSR tahun 2019 ini yaitu 200.000 hektar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli