KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan pemeringkat utang, Standard & Poor’s (S&P) Global Ratings, menurunkan
rating PT Alam Sutera Tbk (ASRI) dari B- menjadi CCC+. S&P juga menegaskan kembali prospek (
outlook) negatif untuk ASRI. Tapi harga saham ASRI tampaknya belum terpengaruh. Pada penutupan perdagangan saham Kamis (30/4/2020), harga saham ASRI naik 4 poin atau 3,151% enjadi Rp 118 per saham. Satu bulan terakhir, saham ASRI naik 13,46%. Namun jika dihitung sejak awal tahun hingga Kamis lalu, saham ASRI turun 50,42%, dan minus 65,09% dari setahun terakhir
Keputusan ini dikeluarkan S&P pada Kamis (30/4/2020). Peringkat CCC+ merupakan level tertinggi dari kelompok peringkat sangat spekulatif dengan risiko substansial atau berpotensi gagal bayar (
substantial risk or in default). Di bawah level CCC+ dan CCC hanya ada peringkat gagal bayar selektif atau
selective default (SD). Juga peringkat gagal bayar atau
default (D). Adapun level prospek (
outlook) sebuah peringkat terdiri dari positif, stabil, dan negatif. Prospek negatif berarti peringkat perusahaan d/apat diturunkan kurang dari 12 bulan ke depan. S&P menilai, ASRI akan kesulitan melunasi utang US$ 175 juta yang akan jatuh tempo April 2021. ASRI sudah membayar sekitar US$ 60 juta dari utang tersebut. Namun, upaya perusahaan properti ini mencari dana pelunasan senilai sekitar US$ 115 juta terganjal pandemi virus corona (Covid-19). “Risiko pembiayaan kembali meningkat karena pilihan semakin terbatas selama pandemi ini. Kami melihat, upaya refinancing yang dilakukan perusahaan (ASRI) akan terhenti oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jabodetabek yang diperpanjang hingga 22 Mei 2020,” tulis Simon Wong dan Christina Lim, dua analis kredit dari S&P dalam keterangan tertulis yang diterima www.kontan.co.id, Kamis (30/4/2020). Pada awal Maret 2020, ASRI mendapatkan utang dalam rupiah dari Bank Permata Tbk (BNLI) senilai Rp 200 miliar. ASRI juga mendapat dan fasilitas kredit Rp 500 miliar dari Bank Central Asia Tbk (BBCA). Dua pinjaman tersebut digunakan untuk melunasi sebagian utangnya. “Namun Alam Sutera tidak mendapatkan pinjaman bank domestik lebih lanjut setelah mendapatkan pinjaman dari Bank Permata dan BCA. Di tengah memburuknya pasar kredit, perbankan menjadi jauh lebih selektif dalam memberikan kredit baru,” kata S&P. Likuiditas Alam Sutera juga dinilai masih akan lemah untuk 12 bulan ke depan. Posisi kas ASRI sampai akhir tahun ini dinilai hanya cukup untuk memenuhi sekitar 35% dari total sisa utang jatuh tempo yang senilai US$ 115 juta. Posisi kas ASRI juga diperkirakan menurun tahun ini karena arus kas diskresioner tercatat negatif sebesar Rp 100 miliar-Rp300 miliar. “Perusahaan ini melaporkan memiliki uang tunai sebesar Rp 1,2 triliun pada akhir tahun 2019. Namun kami yakin saldo kasnya telah menurun menjadi sekitar Rp 1 triliun pada akhir Maret 2020, belum termasuk jumlah yang disisihkan untuk pelunasan sebagian obligasi pada bulan April,” tulis S&P. Penurunan penjualan yang diraih ASRI akibat lesunya bisnis properti dinilai sebagai penyebab melemahnya posisi kas ASRI. Maklum, mayoritas penjualan dan peluncuran produk baru tahun 2020 kemungkinan baru berlangsung menjelang akhir tahun. Itupun dengan asumsi pembatasan sosial yang sedang berlangsung secara bertahap akan berkurang pada akhir Juni 2020. Nah, S&P memproyeksikan, Alam Sutera akan mencatat penjualan pemasaran (marketing sales) senilai Rp Rp2 triliun-Rp2,5 triliun pada tahun 2020. Nilai tersebut sudah termasuk penjualan tanah Rp 300 miliar ke China Fortune Land Development Co Ltd. Sebagai perbandingan, tahun lalu Alam Sutera mencatatkan marketing sales dan penjualan tanah senilai sekitar Rp 3,1 triliun. Sampai berita ini diturunkan, Kontan.co.id belum mendapatkan penjelasan dari Alam Sutera terkait dengan penurunan rating dari S&P ini. Sebelumnya, pada Oktober 2019, S&P memangkas rating Alam Sutera dari B menjadi B- dengan prospek negatif. Pertimbangannya, penjualan properti Alam Sutera diprediksikan rendah sehingga kemampuan perusahaan ini untuk membayar utang menurun dalam 12 bulan ke depan. Bisa selective default Secara umum, S&P menilai bahwa Alam Sutera akan menghadapi tekanan likuiditas yang berkelanjutan selama dua tahun ke depan. Sebab, selain memiliki utang jatuh tempo senilai US$ 175 juta di tahun 2021, Alam Sutera juga memiliki utang jatuh tempo senilai US$ 370 juta pada Maret 2022 dan harus mengelola jatuh tempo itu. Dengan mempertimbang berbagai faktor yang menjadi basis pemeringkatan ini, S&P mengingatkan bahwa peringkat ASRI bisa diturunkan lagi. Jika pada kuartal III-2020 Alam Sutera tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan pendanaan untuk membayar utang jatuh tempo US$ 175 juta pada April 2021, S&P akan memangkas peringkat ASRI. Prospek negatif pada Alam Sutera menunjukkan prospek penurunan peringkat lebih lanjut pada kuartal ketiga 2020 karena tidak adanya kemajuan pembiayaan kembali yang konkret,” tulis S&P.
S&P juga mengingatkan akan kembali menurunkan peringkat ASRI jika perusahaan tersebut melakukan pembiayaan kembali dengan utang jangka pendek. “Pembiayaan kembali dengan utang jangka menambah risiko keuangannya dan menyebabkan struktur modal tidak berkelanjutan,” tandas S&P
Rating ASRI juga bisa diturunkan menjadi
selective default (SD) apabila Alam Sutera melakukan transaksi terkait utang yang jatuh tempo di 2021 atau 2022 yang memberi sinyal kinerja emiten ini sedang tertekan (
distressed). Misalnya, melakukan transaksi material dengan harga di bawah par. Namun demikian, “Kami dapat menaikkan lagi peringkatnya jika Alam Sutera dapat sepenuhnya membiayai kembali obligasi yang jatuh tempo 2021 dengan utang jangka panjang,” tandas S&P. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Harris Hadinata