KONTAN.CO.ID - BEIJING. Harga rumah baru China naik pada bulan Maret dengan laju tercepat dalam 21 bulan, mengutip
Reuters pada Minggu (16/4). Ini menunjukkan pasar keluar dari kelesuan di tengah berbagai kebijakan dukungan pemerintah, tetapi ada ketidakpastian pada pemulihan ekonomi ini. Harga rumah baru di bulan Maret naik tipis 0,5 persen secara bulanan setelah kenaikan 0,3 persen di bulan Februari. Hal ini menandai laju tercepat sejak Juni 2021 dan kenaikan bulanan ketiga berturut-turut, menurut data Biro Statistik Nasional China (NBS). Sedangkan Harga secara tahunan menunjukkan penurunan terkecil sejak Juni 2022, turun 0,8% di bulan Maret. Setelah mengalami penurunan 1,2% di bulan Februari, penurunan bulan ke-11 secara tahunan.
"Indeks harga perumahan menunjukkan tren stabilisasi dan pemulihan, sepenuhnya menunjukkan keseluruhan real estat keluar dari palung tahun lalu. Penjualan rumah yang kuat di bulan Maret mendorong peningkatan harga rumah," kata Yan Yuejin, seorang analis di E-house China Research and Development Institution yang berbasis di Shanghai.
Baca Juga: China Luncurkan Satelit Cuaca, Penerbangan Ubah Rute Hindari Zona Larangan Terbang Memang Sektor properti, yang menyumbang sekitar seperempat ekonomi China, terpukul keras tahun lalu karena tindakan keras peraturan terhadap tingkat utang pengembang yang tinggi. Kemudian, berubah menjadi krisis pembiayaan, sehingga menunda pembangunan proyek perumahan. Beberapa pembeli memboikot pembayaran hipotek, semakin melemahkan sentimen konsumen di tengah pembatasan Covid-19 yang ketat. Kota-kota besar telah melihat rebound dalam penjualan rumah selama sebulan terakhir, karena permintaan yang terpendam dilepaskan setelah China tiba-tiba membatalkan pembatasan Covid-19 pada bulan Desember. Di antara 70 kota yang disurvei oleh NBS, 64 kota mengalami kenaikan harga rumah baru dalam jangka waktu bulanan, kota terbanyak sejak Mei 2019 dan naik dari 55 pada Februari. Kenaikan harga rumah berbasis luas di antara semua tingkatan kota yang semuanya memperpanjang kenaikan bulan ke bulan. Namun, analis mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan apakah pemulihan properti yang baru lahir akan berkelanjutan, karena ketidakpastian atas kepercayaan konsumen. "Pemulihan sektor properti harus bertahap dan bergelombang, karena tren demografis yang menantang, kondisi pembiayaan yang masih ketat untuk pengembang bermasalah dan sikap lama pembuat kebijakan bahwa 'perumahan adalah untuk tempat tinggal, bukan untuk spekulasi'," kata analis di Goldman Sachs. Bulan lalu, lebih dari 50 kota memperkenalkan kebijakan stimulus atau melonggarkan beberapa aturan properti. Termasuk subsidi, lebih banyak dana simpanan perumahan, dan pelonggaran pembatasan pembelian rumah. "Masalah terbesar dalam ekonomi adalah permintaan yang tidak mencukupi dengan tekanan deflasi yang meningkat, stabilisasi real estat yang berkelanjutan sangat penting karena data terbaru menunjukkan pertumbuhan penjualan telah melambat," kata Wu Jinhui, analis di CSCI Pengyuan Credit Rating Limited.
Baca Juga: Turun Lagi, Utang Luar Negeri Indonesia di Februari 2023 Menjadi US$ 400,1 Miliar Lanjut ia, pada kuartal kedua, ada ruang untuk relaksasi kebijakan di sisi penawaran dan permintaan, seperti peningkatan neraca untuk perusahaan properti berkualitas tinggi, uang muka yang lebih kecil, dan pemotongan suku bunga hipotek. Sedangkan data kredit minggu ini menunjukkan pertumbuhan pinjaman rumah tangga jangka menengah panjang, yang sebagian besar adalah KPR, meningkat di bulan Maret, sejalan dengan perbaikan transaksi properti. Sebelumnya pada bulan April, bank sentral merilis survei triwulanan deposan perkotaan yang menunjukkan 17,5% responden memiliki rencana untuk membeli rumah selama tiga bulan ke depan, naik dari 16% pada survei triwulanan sebelumnya. China akan merilis data penjualan properti dan investasi untuk bulan Maret pada hari Selasa, bersama dengan data aktivitas ekonomi dan produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama.
Editor: Yudho Winarto