Properti sepi, penjualan Citatah lesu



JAKARTA. Pasar properti ikut menyeret kinerja PT Citatah Tbk. Pendapatan perusahaan yang memasok marmer untuk proyek properti ini turun 12,93% di kuartal pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Pada periode Januari sampai Maret 2014, pendapatan emiten berkode saham CTTH ini tercatat hanya Rp 50,47 miliar. Padahal, di kuartal pertama tahun 2013, Citatah berhasil mengumpulkan pendapatan sebanyak Rp 57,97 miliar. "Pengembangan properti mulai melambat, efeknya ke perusahaan sudah mulai terasa," ujar Tiffany Johanes, Direktur Keuangan PT Citatah Tbk, Jumat (9/5).

Supaya penjualan tak terus bergerak turun, Citatah memiliki strategi jitu, yakni mengubah target konsumen. Mulai tahun ini, perusahaan ini lebih menyasar penjualan perumahan mewah kelas premium ketimbang proyek properti lainnya, seperti perumahan reguler, kondominium, dan apartemen. "Perumahan kelas premium itu tidak terpengaruh BI Rate dan segala sentimen," jelas Tiffany.


Tahun lalu, portofolio penjualan perusahaan masih didominasi oleh proyek properti sebesar 70% dari total penjualan atau sekitar Rp 168,55 miliar. Sisanya sekitar 30% atau Rp 72,24 miliar berasal dari pendapatan rumah mewah. Nah, tahun ini, pendapatan dari rumah mewah dan properti diharapkan bisa seimbang, masing-masing 50%.

Walaupun pasar properti tak menarik, Citatah masih yakin bisa mendongkrak pendapatan di tahun ini hingga 15% dari tahun lalu. Dus, sampai Desember 2014, perusahaan ini berharap mengantongi pendapatan Rp 276 miliar.

Menurut Tiffany, penjualan marmer biasanya baru ramai di kuartal ketiga tahun ini. Di bulan April sampai Juni, kondisi pasar tak jauh berbeda dengan kuartal pertama. Makanya, ia memprediksi di kuartal II-2014, pendapatan perusahaan tak akan jauh berbeda dari kuartal pertama.

Belanja modal 2014

Pasar properti yang sepi tak membuat Citatah bernyali ciut untuk menggelar ekspansi. Tahun ini, perusahaan ini akan memperluas wilayah konsesi penggalian pertambangan marmer di Sulawesi Selatan. Ditargetkan, proyek tersebut bisa menghasilkan di tahun 2016. Adapun nilai investasi untuk proyek tersebut sebesar US$ 3 juta.

Untuk membiayai proyek tersebut, Citatah sudah menyiapkan belanja modal sebesar Rp 26 miliar. Rinciannya, 40% dana akan dialokasikan untuk eksplorasi tambang baru dan 60% digunakan untuk peremajaan alat-alat lama. Sampai Maret, duit yang sudah terpakai untuk belanja modal sekitar Rp 3 miliar.

Perluasan wilayah tambang diharapkan bisa meningkatkan produksi marmer. Sampai kuartal pertama tahun ini, realisasi produksi perusahaan adalah 90.000 meter persegi.

Saat ini, perusahaan memiliki dua pabrik di Karawang dan Sulawesi Selatan. Total kapasitas produksi dua pabrik ini mencapai 1 juta meter kubik per tahun. Setiap tahun, utilitas pabrik rata-rata hanya 40% hingga 50%.

Pabrik di Karawang hanya berupa pabrik olahan. Bahan baku marmer dari pabrik di Sulawesi Selatan. Di pabrik Karawang, perusahaan juga memproduksi marmer untuk perumahan mewah. Adapun bahan baku untuk memasok kelas premium ini berupa granit dan limestone yang diimpor dari China dan Italia.

Terkait dengan kenaikan tarif listrik, perusahaan ini juga terkena dampaknya. Tagihan listrik yang meningkat membuat beban produksi perusahaan bisa naik antara 1,8% sampai 2%. "Sejauh ini, biaya listrik mengantongi 8% dari beban produksi perusahaan," kata Tiffany.

Makanya, mau tak mau, Citatah akan mengerek harga jual marmer sebesar 5% sampai akhir tahun. Saat ini, harga jual marmer paling murah dibanderol seharga Rp 300.000 per meter persegi. Sedangkan, paling mahal marmer dijual di harga Rp 2 juta. Kenaikan tarif dasar listrik akan membuat harga jual marmer Citatah menjadi antara Rp 315.000 per meter persegi sampai Rp 2,1 juta per meter persegi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Fitri Arifenie