KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Shell Upstream Overseas Services Limited (Shell) memutuskan untuk mundur dari Blok Masela pada pertengahan tahun lalu. Setelah berselang setahun lebih, saat ini proses divestasi 35% hak partisipasi atau
participating interest (PI) anak usaha Royal Dutch Shell Plc asal Belanda itu masih berlangsung. Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Julius Wiratno mengungkapkan, proses divestasi PI Shell belum menunjukkan proses yang signifikan. Saat ini pun, dirinya pun belum memiliki informasi siapa calon mitra pengganti Shell dalam salah satu proyek migas terbesar di Indonesia tersebut. “Kami tidak/belum tahu karena ini murni B to B (
business-
to-
business) ya,
government stay away untuk hal ini,” kata Julius kepada Kontan.co.id, Minggu (10/10).
Mengutip Laporan Tahunan SKK Migas Tahun 2020, proyek pengembangan Lapangan Gas - Abadi ini terletak di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, yang memiliki cadangan terbukti mencapai 18,5 triliun kaki kubik (Tcf) dan 225 juta barel kondensat. Pengembangan hulu migas di Masela diharapkan dapat memproduksi 9,5 juta ton gas alam cair atau
liquefied natural gas (LNG) per tahun (mtpa), 150 juta kaki kubik per hari (mmscfd), dan 35.000 barel kondensat per hari (bcpd). Menurut timeline rencana pengembangan yang ada, proyek lapangan abadi bisa memasuki tahapan keputusan final investasi alias final
investment decision (FID) pada tahun 2022 mendatang dan
on stream di tahun 2027. Menurutnya, idealnya proses divestasi PI Shell di Blok Masela bisa rampung setidaknya pada akhir tahun 2021 ini. Meski begitu, ia mengaku belum bisa memastikan apakah target
on stream Blok Masela akan diundur atau tidak apabila proses divestasi PI Shell belum kunjung selesai hingga akhir tahun 2021 nanti. “Kita lihat nanti, harus dievaluasi secara komprehensif,” ujar Julius.
Baca Juga: Pemanfaatan gas bumi terhambat infrastruktur, ini kata SKK Migas Pengamat Energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai, proses divestasi PI Shell yang cukup memakan waktu merupakan konsekuensi dari perubahan skema pengembangan dari semula skema
offshore (di laut) menjadi skema
onshore (di darat) oleh pemerintah beberapa tahun silam. “Perubahan skema dari pengembangan di laut menjadi di darat tidak sederhana bukan hanya pada aspek keekonomian proyek tetapi juga menimbulkan masalah pada aspek teknis dan pemasarannya,” ujar Komaidi saat dihubungi Kontan.co.id (10/10). Dugaan Komaidi, perubahan skema pengembangan pada Blok Masela memicu timbulnya keraguan pada calon mitra untuk membeli hak partisipasi Shell. “Sepertinya ada kekhawatiran pengembangan Blok Masela tidak berjalan lancar atau ada kekhawatiran akan diubah lagi di tengah jalan,” tutur Komaidi. Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menilai, proses divestasi Blok Masela yang memakan waktu memberi pelajaran tersendiri bahwa keputusan program produksi dan monetisasi sebuah lapangan seharusnya diserahkan kepada operator dan Investor tanpa banyak ikut campur pemerintah dan regulator.
Meski begitu, ia optimistis bahwa pemerintah bisa meningkatkan iklim investasi minyak dan gas (migas) dengan memberi pesan bahwa operator dam investor, dengan pengalamannya, teknologinya dan keahliannya diberikan kebebasan untuk menentukan program yang terbaik untuk memonetisasi lapangan yang mereka kelola, sementara pemerintah hanya memastikan bahwa mereka bekerja berdasarkan norma-norma dan aturan perundangan yang berlaku. “Saya melihat pemerintah sudah mulai terbuka dan saya yakin pemerintah bisa meningkatkan iklim investasi di sektor migas ini, terutama
"sending the right message" kepada calon-calon investor yang akan menggantikan Shell di Masela,” kata Moshe kepada Kontan.co.id (10/10). Sejauh ini, Kontan.co.id sudah coba menghubungi pihak Shell untuk bertanya perihal kemajuan proses divestasi PI Blok Masela, namun pihak Shell mengaku belum bisa memberikan komentar soal hal ini. Meski proses divestasi masih berlangsung, Julius memastikan bahwa kegiatan kegiatan survei eksplorasi geografis laut (
metocean survey), pembebasan lahan, dan pengurusan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) di Blok Masela masih berlangsung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .