Proses hukum lambat, Mesir kembali bergejolak



KAIRO. Polisi Mesir terlibat bentrok dengan ratusan pengunjuk rasa anti pemerintah di Lapangan Tahrir, Mesir. Demonstrasi ini mengakibatkan sejumlah orang cedera. Polisi anti huru-hara menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa yang melempari polisi dengan batu.

Para pengunjuk rasa menuntut pemerintah agar mempercepat hukuman bagi para pejabat rezim Mubarak. Bentrokan berakhir pada Rabu (29/6) dini hari dan di lapangan Tahrir berserakan batu dan tabung-tabung gas. Sejumlah warga menganggap kekerasan ini sebagai yang terburuk dalam beberapa pekan terakhir.

Aksi kekerasan ini berawal pada Selasa (28/6) ketika polisi mengusir keluarga warga yang tewas dalam revolusi Februari dari halaman kantor televisi pemerintah.


Setelah diusir, para pengunjuk rasa kemudian berkumpul kembali di luar kantor Kementerian Dalam Negara yang langsung memicu bentrok dengan polisi. Perkelahian semakin besar dan bergeser ke Lapangan Tahrir, pusat unjuk rasa rakyat Mesir saat menggulingkan Hosni Mubarak.

Di tempat itu pasukan polisi lengkap dengan perisainya didukung berbagai jenis kendaraan menutup jalanan. Saat polisi menembakkan gas air mata para pengunjuk rasa merebahkan diri ke tanah, namun beberapa dari mereka terlihat terluka.

Salah satu pengunjuk rasa Ahmed Abdel Hamid, 26, mengatakan rakyat marah karena sidang pengadilan terhadap para mantan pejabat senior berjalan lambat. Pekan lalu, pengadilan menjatuhkan hukuman penjara lima tahun untuk mantan menteri perdagangan Rachid Mohammed Rachid karena terbukti menggelapkan uang negara.

Selain itu, mantan menteri keuangan Youssef Boutros Ghali dijatuhi hukuman 30 tahun penjara atas tuduhan korupsi. Kedua sidang itu dilakukan secara in absensia atau tanpa kehadiran para terdakwa.

Sementara itu, bekas Presiden Mesir, Hosni Mubarak kini ditahan di rumah sakit militer dan dijadwalkan menjalani sidang pada 3 Agustus mendatang bersama kedua putranya Alaa dan Gamal. Mubarak didakwa bertanggungjawab atas kematian para pengunjuk rasa dalam revolusi Februari lalu.

Editor: