JAKARTA. Survei kualitatif Transparency International Indonesia (TII) terhadap 10 kota di Indonesia menunjukkan bahwa proses pengadaan barang dan jasa publik (
procurement) masih menjadi sarang utama tindak korupsi antara pebisnis dan pejabat pemerintah daerah.Sepuluh daerah yang disurvei mencakup lima daerah dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) terbaik pada 2006 yaitu Palangkaraya, Wonosobo, Pare-pare, Tanah Datar, Yogyakarta, serta lima daerah dengan IPK terburuk yaitu Maumere, Mataram, Gorontalo, Denpasar, dan Cilegon.Dalam survei juga diketahui bahwa Keppres No.80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menjadi dasar hukum proses procurement di Tanah Air ternyata juga tidak dijalankan secara penuh oleh sebagian besar pemda.
"Potensi besar terjadinya korupsi di daerah ada di sektor pengadaan barang dan jasa public. Pelaku bisnis dan pejabat publik selalu berupaya untuk mencari kesempatan untuk menarik untung secara tidak halal," kata Manager of Policy and Research TII Frenky Simanjuntak, kemarin. Bentuk penyimpangan yang paling lazim adalah melalui kolusi tender arisan menentukan pengusaha mana yang akan memenangkan tender suatu proyek. Termasuk juga dengan pemberian “uang cendol” oleh pengusaha kepada koleganya sesama pengusaha atau pejabat pemda yang mereka bujuk. Ketua Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) Bambang Sutejo membenarkan hal itu. Ia mengatakan secara umum proses pengadaan barang dan jasa paling rawan terhadap tindak korupsi. Selain pengadaan barang dan jasa, sektor pajak dan bea cukai juga ditengarai menjadi sarang korupsi. "Itulah makanya kemudian ada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Disinyalir sampai 30% penyimpangan dari pengadaan barang dan jasa, makanya dengan LKPP dan KPK diharapkan bisa dicegah," kata Bambang yang juga menjabat Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta. Bambang menambahkan, pemerintah saat ini sedang menyusun strategi nasional pemberantasan korupsi yang diharapkan selesai pada 2009 yang akan datang. Rencana aksi yang merupakan perluasan rencana aksi sebelumnya itu mencakup pencegahan, penindakan, monitoring evaluasi,
asset recovery, kerjasama internasional dan legislasi. Dalam rencana aksi itu, maka seluruh kementerian dan lembaga (K/L) akan dilibatkan termasuk adanya mekanisme pelaporan sampai ke PBB karena Indonesia telah meratifikasi konvensi anti korupsi.
Pemerintah akan menengarai dan melokalisasi kira-kira di mana potensi terjadinya korupsi bisa terjadi, apakah mungkin di pengadaan barang atau di pajak misalkan. Di situ pengawasan akan lebih difokuskan dan pada waktu pelaksanaan inspektorat internal juga tentunya ikut mengawasi agar tidak terjadi kekeliruan. Sampai saat ini, menurut Bambang, baru sekitar 22 daerah yang telah mempunyai Rencana Aksi Tindak Pemberantasan Korupsi (RATPK). "Sebentar lagi Pemda Bangka Belitung juga akan punya sehingga menjadi 23 dari 33 provinsi di Indonesia," katanya. Walau belum mempunyai rencana aksi sebagian daerah sudah melaksanakan sebagian upaya untuk pemberantasan korupsi antara lain dengan meningkatkan pelayanan umum, pencegahan korupsi di daerahnya dan meningkatkan kapasitas dari pemerintahan untuk meningkatkan
good government. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Test Test