JAKARTA. Rencana taipan Arifin Panigoro mengakuisisi 76% saham PT Newmont Nusa Tenggara nampaknya bakal berbuntut panjang. Adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang membuka fakta baru atas rencana akuisisi itu. Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu menegaskan, sejatinya Arifin bukan tokoh utama atas rencana pembelian saham Newmont. "Ada pengusaha lain di belakang Arifin," ujar Said kepada KONTAN, Senin (30/1). Pengusaha swasta nasional ini menggandeng Arifin lantaran usaha dia tidak bergerak di bidang pertambangan. Status usaha ini, kata Said, juga bukan perusahaan yang tercatat di bursa saham atau terbuka (Tbk).
Lebih lanjut, Said bilang, pengusaha ini bahkan sudah mengutarakan keinginan pembelian saham Newmont setelah melakukan pertemuan empat bulan lalu dengan Menteri Sudirman Said. "Ada nama besar dibalik Arifin Panigoro itu, Arifin hanya kecil," ujar dia. Kata Said, jika benar pembelian saham 76% seharga US$ 2,2 miliar, Arifin tidak lebih dari 10% saham Menurut Said, pembelian saham Newmont mestinya bersifat rahasia lantaran menyangkut harga. "Saya pikir Menteri yang mengumumkan (Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli) harus ikut bertanggung jawab, agar jadi pembelajaran dan gejolak harga saham tidak terulang lagi," terangnya. Lantaran pemberitaan yang besar atas penjualan saham Newmont, pembelian bisa batal karena harga yang diminta Newmont menjadi tidak wajar. "Jadi kami juga tidak tahu dari mana itu angka pembelian saham 76%," tandasnya. Ketua Indonesia Mining Institute, Irwandy Arif menilai produksi konsentrat Newmont memang masih cukup menarik bagi calon investor khususnya dari dalam negeri. Meskipun cadangan di Batu Hijau mulai berkurang, namun ada potensi cadangan untuk tambang bawah tanah. "Ada daerah Dodo Rinti dan Blok Elang yang sudah dieksplorasi namun belum di eksplorasi rinci. Konon kabarnya bisa lebih besar dari Batu Hijau khusunya emas," terangnya kepada KONTAN, (30/11). Divestasi 7% berlanjut Tak sekadar itu saja. Selain ada gejolak harga saham, pembelian saham Newmont juga terancam batal lantaran ada kewajiban divestasi saham Newmont sebesar 7%. Kepala Biro Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Heriyanto menyebutkan, peminat saham Newmont bisa melanggar Undang-Undang apabila langsung mengambil divestasi 7% jatah pemerintah.
"Tidak bisa yang 7% diambil, karena itu kan sifatnya penawaran, lagi pula pemerintah belum menetapkan siapa yang akan beli. Menurut aturannya kan ke pemerintah, kemudian BUMN, BUMD dan baru swasta," tandasnya. Selain itu jika pemegang saham beralih, PT Freeport Indonesia juga akan menghentikan kerjasama pembangunan smelter dengan Newmont. Apalagi calon pembeli mengklaim akan membangun smelter sendiri dengan kapasitas 500.000 ton per tahun. "Kemungkinan besar Freeport membatalkan kerjasama," ujarnya. Saat kerjasama dengan PT Freeport terhenti, Kementerian ESDM akan kembali mengevaluasi izin ekspor Newmont. Kali terakhir pemerintah memangkas kuota ekspor kepada PT Newmont dari sebanyak 477.000 ton menjadi hanya 430.000 ton lantaran dianggap tak serius membangun smelter. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto