JAKARTA. Koordinator Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP), Eko Maryadi, menilai proses seleksi Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) oleh DPR telah cacat hukum. Sebab, proses pemilihan itu telah mengabaikan Peraturan KPI dan Undang-Undang Penyiaran. Eko menjelaskan, KIDP telah mencermati secara seksama proses pemilihan anggota KPI Pusat periode 2013-2016 melalui kinerja Tim Seleksi (Timsel KPI) dan Komisi I DPR. Hasilnya, menurut Eko, proses seleksi pemilihan anggota KPI Pusat ia anggap cacat hukum."Karena tidak sesuai dengan Peraturan KPI Nomor 2/P/KPI/04/2011 tentang Pedoman Rekrutmen Komisi Penyiaran Indonesia pasal 3 ayat 4," jelas Eko, Kamis, (11/7). Eko yang juga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia itu, menambahkan, peraturan KPI tadi merupakan terjemahan pasal 10 ayat (2) dan (3) UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Intinya menyatakan bahwa anggota KPI dipilih oleh DPR atas usul masyarakat yang dalam hal ini diwakili KPI. Anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden. Selanjutnya dijelaskan oleh UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran pasal 8 bahwa KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat penyiaran juga mempunyai wewenang membuat peraturan. "Itulah sebabnya peraturan KPI Nomor 2/P/KPI/04/2011 tentang Pedoman Rekrutmen yang telah dibuat KPI melalui rapat lengkap dengan KPID se-Indonesia tidak bisa diabaikan begitu saja," ujar Eko. Faktanya, menurut Eko, Timsel KPI Pusat yang ditetapkan oleh Komisi I DPR-RI ternyata hanya 3 (tiga) orang, yakni Ichwan Sam (MUI/masyarakat), Edy Lisdiano (kuasa hukum KPI), dan Mochamad Riyanto (Ketua KPI Pusat periode 2010-2013).
Proses seleksi anggota KPI dinilai cacat hukum
JAKARTA. Koordinator Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP), Eko Maryadi, menilai proses seleksi Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) oleh DPR telah cacat hukum. Sebab, proses pemilihan itu telah mengabaikan Peraturan KPI dan Undang-Undang Penyiaran. Eko menjelaskan, KIDP telah mencermati secara seksama proses pemilihan anggota KPI Pusat periode 2013-2016 melalui kinerja Tim Seleksi (Timsel KPI) dan Komisi I DPR. Hasilnya, menurut Eko, proses seleksi pemilihan anggota KPI Pusat ia anggap cacat hukum."Karena tidak sesuai dengan Peraturan KPI Nomor 2/P/KPI/04/2011 tentang Pedoman Rekrutmen Komisi Penyiaran Indonesia pasal 3 ayat 4," jelas Eko, Kamis, (11/7). Eko yang juga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia itu, menambahkan, peraturan KPI tadi merupakan terjemahan pasal 10 ayat (2) dan (3) UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Intinya menyatakan bahwa anggota KPI dipilih oleh DPR atas usul masyarakat yang dalam hal ini diwakili KPI. Anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden. Selanjutnya dijelaskan oleh UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran pasal 8 bahwa KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat penyiaran juga mempunyai wewenang membuat peraturan. "Itulah sebabnya peraturan KPI Nomor 2/P/KPI/04/2011 tentang Pedoman Rekrutmen yang telah dibuat KPI melalui rapat lengkap dengan KPID se-Indonesia tidak bisa diabaikan begitu saja," ujar Eko. Faktanya, menurut Eko, Timsel KPI Pusat yang ditetapkan oleh Komisi I DPR-RI ternyata hanya 3 (tiga) orang, yakni Ichwan Sam (MUI/masyarakat), Edy Lisdiano (kuasa hukum KPI), dan Mochamad Riyanto (Ketua KPI Pusat periode 2010-2013).