Prospek agribisnis Grup Salim tertahan moratorium



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Grup Salim melalui Indofood Agri Resources Ltd (Indo Agri) terus memperkuat segmen agribisnisnya. Selain dalam tahap penyelesaian tiga pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) dan satu pabrik penyulingan, produksi dan lahan tertanam usia dewasa perusahaan terus bertambah.

Produksi tandan buah segar (TBS) Indo Agri hingga kuartal III-2017 tumbuh 12% secara tahunan menjadi 2,32 juta ton. Adapun pertumbuhan produksi crude palm oil (CPO) Indo Agri sebesar 9% menjadi 626.000 ton.

Kenaikan produksi tersebut seiring dengan bertambahnya luas lahan tertanam yang memasuki usia dewasa. Kenaikan lahan tertanam usia dewasa paling signifikan terjadi di lahan milik PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP).


Kenaikannya sekitar 7.886 hektare (ha) atau setara sekitar 7% menjadi 123.494 ha dari sebelumnya 115.608 ha. Sementara, lahan dewasa milik PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) posisinya berubah hanya menjadi 85.717 ha dari sebelumnya 83.327 ha.

Sehingga, secara total, lahan tertanam Indo Agri yang berada dalam usia dewasa sebesar 209.211 ha. Angka ini naik 5% dari sebelumnya 198.934 ha di kuartal III-2016. Adapun total luas lahan tertanam Indo Agri hingga September 2017 sebesar 247.430 ha. Artinya masih ada sekitar 38.000 ha lahan lagi yang bakal memasuki usia dewasa.

Yosua Zisokhi, Analis Senior Henan Putihrai mengatakan, kenaikan lahan tertanam usia dewasa sekitar 7.000 ha itu cukup bagus untuk menaikan produksi CPO. Namun, ada satu hal yang dia garisbawahi.

Penambahan itu tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 2% dari total lahan tertanam Indo Agri. "Sehingga, kami memprediksi hingga akhir tahun pertumbuhan produksinya masih berkisar 11% hingga 12,5%," ujarnya kepada KONTAN belum lama ini.

Untuk jangka panjang, lanjut Yosua, segmen agribisnis Grup Salim masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya, belum dicabutnya moratorium pembukaan lahan baru di Indonesia. "Jika tidak bisa menambah lahan baru, tentu akan sulit menjaga pertumbuhan produksi," kata Yosua.

Meski demikian, Yosua melihat segmen ini masih prospektif. Tapi, di antara dua emiten anggota Grup Salim, dia lebih menjagokan LSIP ketimbang SIMP.

Pasalnya, LSIP hanya fokus di industri hulu. Berbeda dengan SIMP yang penjualan produk downstream-nya cukup fluktuatif karena terdampak dengan daya beli masyarakat. Ia merekomendasikan buy saham LSIP dengan target harga Rp 1.700 per saham. Hari ini, saham LSIP flat di level Rp 1.505 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati