JAKARTA. Harga aluminium bertengger di level tertinggi dalam 21 bulan. Harga komoditas ini melambung lantaran permintaan cukup besar, sementara pasokan menipis. Naiknya permintaan aluminium terlihat dari meningkatnya ekspor aluminium China selama Januari, yaitu naik 2,6% menjadi 390.000 ton dibanding bulan sebelumnya. Impor aluminium di Amerika Serikat (AS) tahun lalu bahkan naik 68,2% jadi 1,95 juta ton. Di sisi lain, China berupaya menutup sejumlah tambang guna mengurangi polusi udara. Pemerintah China mengusulkan memangkas produksi aluminium besar-besaran. Bila dijalankan, produksi aluminium bisa terpangkas hingga 30%. "Tetapi masih ada sentimen negatif untuk aluminium, yakni dari penguatan dollar AS setelah pidato Gubernur The Fed Janet Yellen," kata Andri Hardianto, Analis Asia Tradepoint Futures.
Kemarin (15/2), per pukul 11.28 waktu Shanghai, harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange menguat 0,6% ke level US$ 1.898 per ton dibanding sehari sebelumnya. Posisi tersebut sekaligus merupakan level harga aluminium tertinggi sejak Mei 2015. Dalam sepekan terakhir, aluminium menanjak 2,7%. Harga aluminium bisa kembali tertekan jika data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang dirilis Rabu malam menunjukkan hasil positif. AS mengumumkan tingkat inflasi, yang diprediksi stabil di 0,3%. AS juga akan mengumumkan pertumbuhan penjualan ritel, yang diprediksi naik 0,1%.