KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emas hitam Indonesia diprediksi akan mengalami tantangan yang cukup berat tahun depan. Bukan tanpa alasan, batubara menjadi salah satu komoditas potensial yang mendukung pendapatan negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) namun harga akan sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga global. Jika dilihat, dalam catatan Kementerian ESDM misalnya, hingga 18 Desember 2025 realisasi PNBP mencapai Rp228,05 triliun. Dengan detail subsektor mineral dan batubara (minerba) menyumbang pencapaian paling besar mencapai Rp124,63 triliun. Posisi berikutnya ditempati sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas) dengan kontribusi Rp91,82 triliun. Sementara itu, sektor Panas Bumi menyumbang Rp2,45 triliun, serta iuran badan usaha dan layanan jasa teknis lainnya sebesar Rp9,15 triliun. Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menyebut untuk tahun 2026, industri batubara diperkirakan masih memiliki peran penting dalam menopang penerimaan negara, terutama melalui royalti, PNBP, dan kontribusi fiskal lainnya. Baca Juga: Paragon Karya Perkasa (PKPK) Bidik Produksi Batubara 3 Juta Ton Tahun 2026 "Namun demikian, ruang pertumbuhan pendapatan tidak lagi sepenuhnya ditentukan oleh volume produksi, melainkan sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga global, permintaan ekspor, serta stabilitas kebijakan domestik," ungkap Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani kepada Kontan, Senin (29/12/2025). Gita menambahkan, dengan asumsi harga batubara berada pada level moderat seperti tahun 2025, kontribusi PNBP dinilai masih akan terjaga, meskipun tidak setinggi periode harga tinggi sebelumnya. "Karena itu, menjaga kepastian usaha, efisiensi operasional, dan iklim investasi menjadi kunci agar kinerja industri tetap sehat dan kontribusi ke negara berkelanjutan," tambah Gita. Sementara, tantangan utama industri batubara pada 2026 diperkirakan berasal dari kombinasi tekanan harga, meningkatnya biaya kepatuhan, serta dinamika kebijakan yang terus berkembang, baik di dalam negeri maupun global. "Di sisi lain, industri juga dihadapkan pada tantangan arus kas, terutama dengan bertambahnya kewajiban fiskal dan administrasi yang berdampak langsung pada operasional," kata Gita. Salah satu kebijakan baru yang akan diterapkan dan berlaku pada industri batubara mulai 2026 adalah memberlakukan tarif Bea Keluar (BK). Sebelumnya terkait BK, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan akan memberlakukan tarif mulai 1 Januari 2026, mengikuti berlakunya BK emas. Hal itu ia ungkapkan langsung kepada wartawan usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (16/12/2025). Baca Juga: Pabrik Motor Listrik Fokus pada Efisiensi dan Kemudahan Penggunaan
Prospek Batubara 2026: Antara Pengaruh Harga Global dan Peran Bagi Penerimaan Negara
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emas hitam Indonesia diprediksi akan mengalami tantangan yang cukup berat tahun depan. Bukan tanpa alasan, batubara menjadi salah satu komoditas potensial yang mendukung pendapatan negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) namun harga akan sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga global. Jika dilihat, dalam catatan Kementerian ESDM misalnya, hingga 18 Desember 2025 realisasi PNBP mencapai Rp228,05 triliun. Dengan detail subsektor mineral dan batubara (minerba) menyumbang pencapaian paling besar mencapai Rp124,63 triliun. Posisi berikutnya ditempati sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas) dengan kontribusi Rp91,82 triliun. Sementara itu, sektor Panas Bumi menyumbang Rp2,45 triliun, serta iuran badan usaha dan layanan jasa teknis lainnya sebesar Rp9,15 triliun. Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menyebut untuk tahun 2026, industri batubara diperkirakan masih memiliki peran penting dalam menopang penerimaan negara, terutama melalui royalti, PNBP, dan kontribusi fiskal lainnya. Baca Juga: Paragon Karya Perkasa (PKPK) Bidik Produksi Batubara 3 Juta Ton Tahun 2026 "Namun demikian, ruang pertumbuhan pendapatan tidak lagi sepenuhnya ditentukan oleh volume produksi, melainkan sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga global, permintaan ekspor, serta stabilitas kebijakan domestik," ungkap Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani kepada Kontan, Senin (29/12/2025). Gita menambahkan, dengan asumsi harga batubara berada pada level moderat seperti tahun 2025, kontribusi PNBP dinilai masih akan terjaga, meskipun tidak setinggi periode harga tinggi sebelumnya. "Karena itu, menjaga kepastian usaha, efisiensi operasional, dan iklim investasi menjadi kunci agar kinerja industri tetap sehat dan kontribusi ke negara berkelanjutan," tambah Gita. Sementara, tantangan utama industri batubara pada 2026 diperkirakan berasal dari kombinasi tekanan harga, meningkatnya biaya kepatuhan, serta dinamika kebijakan yang terus berkembang, baik di dalam negeri maupun global. "Di sisi lain, industri juga dihadapkan pada tantangan arus kas, terutama dengan bertambahnya kewajiban fiskal dan administrasi yang berdampak langsung pada operasional," kata Gita. Salah satu kebijakan baru yang akan diterapkan dan berlaku pada industri batubara mulai 2026 adalah memberlakukan tarif Bea Keluar (BK). Sebelumnya terkait BK, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan akan memberlakukan tarif mulai 1 Januari 2026, mengikuti berlakunya BK emas. Hal itu ia ungkapkan langsung kepada wartawan usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (16/12/2025). Baca Juga: Pabrik Motor Listrik Fokus pada Efisiensi dan Kemudahan Penggunaan