Prospek batubara tersandung energi surya



JAKARTA. Musim panas mulai memicu kenaikan konsumsi batubara sehingga berimbas pada penguatan harga. Tetapi laju batubara mulai mendapat sandungan dari pemakaian energi terbarukan. Mengutip Bloomberg, Jumat (16/6) harga batubara kontrak pengiriman Juli 2017 di ICE Futures Exchange tergerus 0,25% ke level US$ 81,30 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya. Namun dalam sepekan terakhir harga batubara menguat 0,74%. Deddy Yusuf Siregar, Analis PT Asia Tradepoint Futures mengatakan, kenaikan permintaan musim panas mendorong laju harga batubara. Tetapi pergerakan selanjutnya mulai diliputi sentimen negatif. Menurut BP Statistical Review of World Energy, produksi batubara global jatuh 6,2% selama 2016.

Kebijakan pembatasan produksi China memang menjadi penyebab utama turunnya produksi batubara global. Tetapi di sisi lain angka konsumsi juga turun 1,7% setahun. Penurunan konsumsi batubara berlanjut di semester pertama 2017. Pada bulan April saja, Inggris untuk pertama kalinya lepas dari penggunaan batubara. "Kondisi ini tentu akan berdampak negatif bagi harga batubara pada masa yang akan datang," papar Deddy. Berbagai pilihan energi terbarukan dengan biaya lebih murah siap menggantikan batubara. Salah satunya energi surya. Laporan analis Bloomberg New Energy Finance (BNEF) memperkirakan tenaga surya telah menyaingi biaya listrik batubara di Jerman dan Amerika Serikat (AS). Lalu di tahun 2021, pemakaian tenaga surya diprediksi berkembang pesat di China dan India.

Skenario ini menunjukkan jika energi terbarukan akan menguasai pemakaian energi global jauh lebih cepat dari perkiraan. Imbasnya, polusi udara dari energi fosil yakni batubara akan terus turun setelah 2026. Proyeksi ini memang bertentangan dengan International Energy Agency (IEA) yang memprediksi emisi gas batubara akan terus naik dalam satu dekade. China dan India yang saat ini masih terus membangun pembangkit listrik batubara bahkan diprediksi akan mulai beralih ke energi yang lebih murah pada awal 2020. Batubara akan menjadi korban terbesar dari murahnya energi surya. Proyeksi BNEF, sebanyak 369 Giga watt proyek pembangkit batubara global terancam dibatalkan. "Harga batubara hanya menanti langkah nyata dari Presiden Donald Trump untuk mengangkat industri batubara AS. Jika dapat direalisasikan, maka penurunan harga batubara bisa ditahan," lanjut Deddy. Proyeksi Deddy, pergerakan harga batubara hingga akhir tahun akan berada di kisaran US$ 72 - US$ 84 per metrik ton.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan