Prospek Bisnis Batubara pada Tahun 2023 Diproyeksikan Masih Manarik, Ini Sebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha di sektor batubara masih melihat prospek bisnis yang cerah meski bahan bakar fosil diterpa sentimen transisi energi dan kenaikan suku bunga. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menyatakan prospek bisnis batubara di 2023 diproyeksikan masih cukup baik karena ditopang oleh harga komoditas yang diperkirakan masih di level positif di tahun ini. 

“Meskipun tren energi baru terbarukan (EBT) terus meningkat tetapi di 2023 permintaan untuk komoditas batubara baik domestik maupun ekspor masih tetap tinggi apalagi di tengah dinamika geopolitik,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (20/1). 


Baca Juga: Pengamat EBT Sayangkan Revisi Aturan PLTS Atap yang Meniadakan Ekspor Listrik

Namun demikian, untuk memaksimalkan “berkah” dari tingginya harga komoditas, APBI mengharapkan Pemerintah dapat segera merevisi formula Harga Acuan Batubara (HBA) mengingat disparitas harga ekspor dan HBA/HPB yang semakin melebar. 

Untuk jangka pendek di 2023, Hendra menjelaskan, tantangan yang dihadapi antara lain kenaikan biaya operasional, seperti harga bahan bakar, beban biaya perpajakan seperti kenaikan tarif royalti, PPN, serta PNBP dari kementerian lain. Sejumlah beban ini secara langsung menambah beban perusahaan. 

Selain itu, penerapan aturan sanksi denda dan kompensasi DMO yang tercantum dalam KepMen 267/2022 akan berdampak signifikan khususnya bagi perusahaan-perusahaan skala kecil. Oleh karena itu aturan tersebut perlu segera direvisi. 

Di sisi lain, revisi formula HBA sangat mendesak sebelum Pemerintah memberlakukan skema pungut salur yang nantinya akan dikelola oleh badan pemerintah (BLU). 

Mengenai peluang, permintaan terhadap komoditas batubara di 2023 masih kuat termasuk domestik. Peluang pasar non-tradisional seperti misalnya Eropa juga diperkirakan cukup tinggi di tahun 2023. Adapun menguatnya harga komoditas mendorong beberapa perusahaan besar untuk berinvestasi menghasilkan energi yang lebih bersih atau diversifikasi usaha.   

Sejalan dengan tren transisi energi ke energi yang lebih bersih, Hendra mengakui,  ekspansi pelaku usaha pertambangan batubara dalam tiga tahun terakhir sudah  mengarah kepada diversifikasi usaha. Perusahaan tersebut banyak berinvestasi ke ekosistem kendaraan listrik, hydro power, PLTS, smelter nickel, smelter aluminium, dan mineral lainnya.  

“Jadi beberapa perusahaan pertambangan batubara skala menengah dan besar telah menunjukkan komitmen dalam melakukan transformasi usaha dengan menghasilkan energi yang lebih besar,” terangnya. 

Nantinya upaya ini akan berkontribusi positif dalam mendukung upaya Pemerintah dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE). 

Baca Juga: Ekspor-Impor Listrik PLTS Dihapus, Pelanggan Jadi Tak Minat Bangun

Senada, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO), Anggawira menyampaikan bisnis batubara masih cukup prospektif di sepanjang tahun ini. 

“Secara umum sektor pertambangan tetap menjanjikan karena beberapa  komoditas seperti emas harganya sudah cukup tinggi,” jelasnya saat dihubungi terpisah. 

Namun, Aspebindo melihat salah satu tantangan terbesar ialah ketidakpastian kebijakan terkait bisnis batubara. Misalnya saja kebijakan pungutan BLTU yang sudah dibahas cukup panjang tetapi akhirnya mentah lagi. 

“Jadi kami perlu sebuah kepastian kebijakan sehingga ini menjadi acuan untuk melakukan langkah ekspansi,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .