KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fluktuasi harga minyak dunia cukup mempengaruhi kinerja PT Barito Pacific Tbk. Namun, analis menilai, emiten berkode
BRPT, anggota indeks
Kompas100 ini masih memiliki prospek bisnis yang cerah sepanjang tahun ini. Sebagai catatan, BRPT berhasil mencatat kenaikan pendapatan sebesar 25,71% (yoy) menjadi US$ 3,08 miliar pada tahun lalu. Akan tetapi, di periode yang sama, laba bersih perusahaan melorot 38,98% (yoy) menjadi US$ 72 juta. Kepala Riset Narada Asset Manajemen Kiswoyo Adi Joe menyebut, volatilitas harga minyak yang terjadi di tahun lalu berdampak signifikan bagi bisnis petrokimia yang dijalankan oleh anak usaha BRPT, yakni PT Chandra Asih Petrochemical Tbk (TPIA).
Ini mengingat minyak bumi menjadi bahan baku pembuatan produk-produk olahan petrokimia. “Untungnya, perusahaan menaikkan harga jual petrokimia sehingga lini bisnis ini masih bisa mengalami peningkatan pendapatan walau lebih terbatas,” katanya, Kamis (4/4). BRPT pun harus kembali bersiap menghadapi risiko volatilitas harga minyak dunia. Terlebih lagi, sepanjang kuartal pertama tahun ini, harga minyak jenis
West Texas Intermediate (WTI) mengalami kenaikan hingga 32%. Menurut Kiswoyo, upaya paling realistis yang bisa dilakukan perusahaan adalah kembali menetapkan harga jual petrokimia yang tinggi guna mengantisipasi efek kenaikan harga minyak lebih lanjut. Langkah ini memang cukup ideal untuk diambil mengingat permintaan terhadap petrokimia yang masih tergolong tinggi. “Indonesia pun masih menjadi importir petrokimia karena kebutuhan dalam negeri yang begitu besar,” ujarnya. Namun demikian, Analis Mirae Asset Sekuritas Lee Young Jun menilai, produksi petrokimia melalui TPIA akan berkurang seiring adanya kegiatan
turnaround maintenance (TAM) pada fasilitas
cracker milik perusahaan pada bulan Juni nanti. Selama TAM berlangsung, produksi akan dihentikan lantaran ada perbaikan hingga pengembalian kondisi fasilitas seperti keadaan awal. Terakhir kali TAM dilaksanakan di fasilitas
cracker milik TPIA adalah di kuartal IV 2015 lalu selama 85 hari. “Untuk kali ini, kegiatan TAM hanya akan berlangsung selama 55 hari,” tulis Lee dalam riset 28 Maret lalu. Dia melanjutkan, potensi stagnannya produksi dan volume penjualan di TPIA akan diimbangi oleh bisnis pembangkit listrik panas bumi yang dilakukan oleh BRPT melalui Star Energy. Tahun lalu, Star Energy cukup berkontribusi dari sisi kinerja. Sebab, pendapatan dari bisnis energi panas bumi meningkat 23,4% (yoy) menjadi US$ 522 juta. Peningkatan ini tak lepas dari penambahan aset Salak dan Derajat yang diakuisisi Star Energy dari Chevron pada 2017 silam. Lee Young Jun mengungkapkan, kontribusi Star Energy terhadap pendapatan dan laba BRPT akan lebih tinggi sepanjang tahun ini. Hal tersebut didukung oleh rendahnya beban bunga yang diemban oleh perusahaan ini.
Ia menyebut, sebagian besar utang Star Energy telah dikenakan amortisasi sebesar US$ 110 juta per tahun untuk tujuan pelunasan. “Karena itu, kami menilai beban bunga Star Energy akan berkurang pada tahun ini, sehingga margin yang dihasilkan juga akan lebih baik,” terang dia. Lee Young Jun merekomendasikan trading buy saham BRPT dengan target Rp 3.950 per saham. Ia memproyeksikan, pendapatan BRPT akan mencapai US$ 3,11 miliar pada tahun ini. Adapun laba bersih perusahaan diperkirakan akan mencapai US$ 118 juta. Adapun Kiswoyo menyarankan beli saham BRPT dengan target harga Rp 3.700 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto