KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek bisnis pengelolaan kawasan industri di Indonesia tampak menjanjikan. Hal ini sejalan dengan laju positif pertumbuhan industri manufaktur Tanah Air. Sanny Iskandar, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) menyampaikan, tren penjualan lahan di kawasan industri Indonesia masih tetap terjaga ketika masa pandemi Covid-19 lalu. Selama periode 2020 sampai 2022 kemarin, penjualan lahan kawasan industri di seluruh Indonesia mencapai sekitar 400—500 hektar. Kawasan industri banyak kedapatan
tenant-tenant baru dari sektor data center, kendaraan listrik, makanan dan minuman, dan kesehatan. “Permintaan atas sewa gudang juga meningkat seiring banyaknya usaha
e-commerce,” ujar Sanny dalam acara Seminar Nasional HKI, Rabu (8/3).
Baca Juga: Surya Semesta Internusa (SSIA) Belum Berniat Kerek Harga Jual Lahan Industri HKI pun optimistis penjualan lahan kawasan industri secara keseluruhan dapat tumbuh 20% pada tahun ini. HKI juga mengingatkan para pengembang kawasan industri, terutama pengembang baru, untuk tidak hanya memikirkan penjualan lahannya saja, melainkan juga konsep kawasan industri itu sendiri. Sebab, bisnis kawasan industri tidak bisa disamakan dengan properti. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, saat ini total perusahaan kawasan industri yang memiliki Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) tercatat sebanyak 129 kawasan industri dengan luas lahan mencapai 73.365 Ha. Dalam kesempatan yang sama, Eko S.A. Cahyanto, Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional, Kementerian Perindustrian juga menargetkan penjualan lahan kawasan industri tahun ini akan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Saat ini tampak terjadi pergeseran pengembangan kawasan industri. Selama ini pengembangan kawasan industri cenderung terkonsentrasi di Pulau Jawa, namun dalam beberapa waktu terakhir pengembangan kawasan industri di luar Jawa juga memperlihatkan pertumbuhan yang masif. “Di Jawa kan ada keterbatasan lahan, makanya kami juga tidak mau industri hanya tumbuh di Jawa. Kami mau bikin pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru melalui kawasan industri,” ungkap Eko, Rabu (8/3). Terdapat perbedaan karakteristik kawasan industri yang berada di Jawa dan luar Jawa. Kawasan industri di Jawa berisikan
tenant-tenant dengan sektor bisnis yang berbasis teknologi tinggi, bisnis yang berbasis industri padat karya, dan industri yang hemat air. Di sisi lain, kawasan industri di luar Jawa memiliki
tenant-tenant yang berbasis industri pengolahan sumber daya alam (SDA) sesuai dengan potensi di daerahnya masing-masing. Misalnya, kawasan industri di Sumatera biasanya identik dengan pengolahan komoditas perkebunan, sedangkan kawasan industri di Sulawesi kaya akan
tenant yang bergerak di industri pengolahan komoditas mineral. Kawasan industri di luar Jawa pun akan difungsikan sebagai pendorong pengembangan pusat ekonomi baru. Tantangan yang mesti diatasi oleh pemerintah demi kemajuan kawasan industri Tanah Air adalah peningkatan efisiensi sistem logistik. Saat ini, biaya logistik di Indonesia mencapai 24% dari total PDB nasional. Padahal, negara-negara maju rata-rata biaya logistiknya hanya 10% dari total PDB. Biaya logistik menjadi salah satu faktor penting yang menentukan kemampuan daya saing kawasan industri. Indonesia sendiri dihadapkan dengan kondisi geografis yang luas dan terdiri dari banyak pulau, belum lagi sebagian pabrik berlokasi cukup jauh dari sumber bahan bakunya.
Baca Juga: Pembangunan Infrastruktur Jadi Katalis Positif Bagi Emiten Kawasan Industri “Sekarang tantangannya adalah mengefisiensikan biaya logistik. Teknologi akan jadi keniscayaan dalam efisiensi logistik,” jelas Eko. Ia juga menambahkan, saat ini tren pengembangan kawasan industri Indonesia sedang mengarah pada kawasan industri generasi keempat atau 4.0. Dalam hal ini, konsep eco industrial park akan banyak diterapkan oleh pengelola kawasan industri. Konsep ini dibutuhkan seiring tuntutan penerapan industri hijau dan ekonomi sirkular, hingga tantangan terhadap persaingan global. Lantas, tujuan eco industrial park adalah memperbaiki performa ekonomi bagi industri-industri di dalamnya melalui minimalisasi dampak terhadap lingkungan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .