Prospek Bursa Saham Asia Masih Suram



JAKARTA. Ketakutan atas resesi ekonomi di berbagai belahan dunia kembali melumer kan bursa Asia. Di antara seluruh indeks Asia, kemarin, praktis hanya indeks Kospi di Korea Selatan yang berhasil menguat.

Kospi berhasil menguat 0,82% dan berakhir pada angka 946,45 tatkala bursa Asia lain tersungkur hebat. Penyebabnya, bank sentral Korea Selatan memangkas patokan suku bunga hingga 0,75% menjadi 4,25%.

Inilah pemangkasan bunga terbesar yang pernah terjadi di Korea Selatan. "Hal ini membuat lembaga dana pensiun kembali masuk ke bursa," kata Herien Douglas, analis PT Valbury Asia Futures.


Sementara, bursa Asia lainnya kembali melanjutkan kelesuannya. Lihat saja indeks Nikkei 225 di Jepang yang turun hingga 6,36% menjadi 7.162,90. Ini indeks terendah dalam 26 tahun.

Di Hong Kong, indeks Hang Seng sempat longsor 15,39% ke 10.676,20. Ini adalah penurunan terbesarnya sejak revolusi Tiananmen pada tahun 1989 silam. Hang Seng akhirnya ditutup turun 12,70% di angka 11.015,84.

Bursa saham Filipina bahkan terpaksa menghentikan transaksi sementara setelah indeks sahamnya tumbang 12,27% ke 1.713,83. Otoritas bursa saham Thailand juga menempuh langkah yang sama. Adapun bursa Singapura tertolong karena kemarin mereka libur.

Kendati Kospi sukses menguat kemarin, para analis masih tetap khawatir. "Saya pikir kenaikan tersebut tidak akan berlangsung lama," ujar Kepala Riset Sarijaya Permana Sekuritas Danny Eugene.

Alasannya, banyak negara-negara lain di Eropa dan Amerika yang telah memangkas tingkat suku bunga namun tak berhasil menolong indeks bursa saham mereka. "Sentimen dari Dow Jones jauh lebih berpengaruh daripada pemangkasan bunga," kata Danny.

Menurut Danny, keadaan yang terjadi sekarang ini merupakan histeria bursa yang berlebihan sehingga tekanan jual di berbagai bursa sangat besar. Khusus untuk Hang Seng dan Nikkei, salah satu penyebabnya adalah banyak perusahaan yang memangkas target labanya karena penurunan permintaan ekspor ke Eropa dan Amerika.

Hingga pekan depan, para analis meramal, indeks saham regional masih akan berguguran terseret sentimen resesi Amerika Serikat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie