Prospek cerah ekonomi AS bisa tekan IHSG, simak rekomendasi analis



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA.  Prospek ekonomi Amerika Serikat (AS) ke depannya diprediksi jauh lebih cerah dibandingkan pencapaian di awal Januari 2021. Pasalnya, Partai Demokrat AS tinggal selangkah lagi meloloskan paket stimulus US$ 1,9 triliun dan mempercepat vaksinasi Covid-19.

Bahkan, survei bulanan Bloomberg terbaru memprediksi, pertumbuhan ekonomi AS secara tahunan pada kuartal I-2021 akan berada di level 4,8%. Proyeksi itu dua kali lebih cepat dari ekspektasi responden atau jajak pendapat ekonom dua bulan lalu.

Sementara untuk setahun penuh, produk domestik bruto (PDB) AS diproyeksi naik 5,5%. Pertumbuhan ini menjadi yang tercepat sejak 1984 dan meningkat dari perkiraan di Januari 2021 yang sebesar 4,1%.


Perbaikan ekonomi negeri Paman Sam tersebut lazimnya akan membawa pengaruh ke pasar keuangan negara berkembang, tak terkecuali passed saham Indonesia. Salah satunya adalah adanya potensi arus keluar dana asing (foreign outflow) dari pasar saham.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menilai,  pembalikan dana dari pasar saham dalam negeri oleh investor asing mungkin saja terjadi. Pasalnya, kondisi ekonomi di AS dinilai jauh lebih menarik dibanding Indonesia.

Terlebih lagi, menurut Herditya, investor domestik retail yang belakangan ini mendominasi transaksi pasar saham Indonesia tidak bisa serta merta menopang IHSG. "Pasalnya, domestik retail cenderung trading cepat dan trading by rumour, berbeda sekali dengan perilaku investor institusi atau big fund," tutur Herditya saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (7/3).

Dalam waktu dekat, Herditya memprediksi, IHSG akan cenderung terkoreksi dengan support di level 6.200 dan resistance 6.320. Jika berhasil tembus support tersebut, maka support berikutnya berada di level 6.180.

Terkait dengan saham pilihan, Herditya menyarankan investor untuk memperdagangkan saham pertambangan batubara dan produsen CPO,  mengingat harga komoditas dunia saat ini sedang menguat. "Bila ingin cenderung lebih lama, investor bisa koleksi saham consumer goods yang lebih defensif," ucap dia.

Sementara itu, Wealth Management Head Bank OCBC NISP Juky Mariska melihat kondisi pasar tenaga kerja AS masih mencatatkan pertumbuhan yang moderat. Inflasi pun masih jauh dibawah target 2%, yang membuat The Fed masih akan mempertahankan kebijakan suku bunga rendah.

"Akan tetapi, paket stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun yang saat ini sudah disetujui DPR AS diharapkan dapat mendongkrak pemulihan ekonomi," kata dia dalam riset yang diterima Kontan.co.id, Jumat (5/3).

Terkait dengan pasar saham Indonesia, ia melihat volatilitas pada pasar saham tetap ada dalam jangka pendek, mengingat kasus harian Covid-19 yang masih tinggi. Akan tetapi, proses vaksinasi serta dukungan pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi diharapkan dapat memberikan sentimen positif bagi pasar dalam jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli