Prospek dan tips investasi obligasi bagi ritel



JAKARTA. Di kuartal satu, sejumlah korporasi rajin merilis obligasi demi gencar berekspansi. Dengan tawaran obligasi yang marak dengan aneka kupon menarik, bagaimana prospek berinvestasi di obligasi korporasi?  Analis NC Securities Made Adi Saputra meneropong, tahun ini, besaran kupon obligasi korporasi bakal naik sekitar 15-20 bsp dibandingkan tahun lalu. Hal ini terjadi sebagai bentuk antisipasi dari tekanan inflasi akibat kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP).  Contoh, untuk obligasi dengan tenor 5 dan rating AA, tahun ini bakal dipatok sekitar 9% saban tahun. Adapun untuk tenor yang sama namun dengan rating AAA  di kisaran 7,75%-8,25% per tahun.Made menyatakan, level kupon tersebut masih menarik selama inflasi di kisaran 4,5%-4,75%. "Jika inflasi terjaga, asumsinya BI rate tetap sehingga pasar obligasi korporasi masih prospektif," ujar dia. Catatan saja, bagi investor individu, sekuritas biasanya mematok pembelian obligasi korporasi minimal Rp 1 miliar.  

Jika Anda tertarik, cermati dulu beberapa hal berikut. Pertama, rating obligasi.

Made mengatakan, surat utang korporasi setidaknya mendekap rating minimal AA. Peringkat rating berfungsi meminimalkan risiko default atau gagal bayar perusahaan."Syarat minimal rating investor ritel lebih tinggi dibandingkan institusi. Sebab, institusi punya diversifikasi portofolio yang lebih lebar," tuturnya. Kedua, memilih obligasi korporasi dari perusahaan pelat merah alias BUMN.


Kondisi perusahaan BUMN dinilai lebih kokoh lantaran dimiliki pemerintah. Selain itu, Kepala ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menyarankan, sebaiknya investor mengantongi obligasi korporasi BUMN yang berasal dari sektor yang berbasis pasar domestik. Misalnya saja sektor infastruktur. "Untuk sementara hindari sektor multifinance karena ada risiko perlambatan bisnis dengan adanya aturan yang ketat," ujar dia Ketiga, likuiditas. Di pasar sekunder, likuiditas surat utang korporasi jauh lebih kecil dibanding SUN.

Lana menjelaskan, likuiditas tergantung suplai obigasi tersebut di pasar sekunder. Yang pasti, semakin besar pasokan, potensi untuk meraih capital gain lewat trading semakin besar. Made menambahkan, obligasi korporasi dengan tenor di atas 5 tahun umumnya likuid.  

"Semakin panjang tenor, volatilitas harga semakin tinggi," imbuh dia. Contoh, obligasi BII dengan tenor 7 tahun dan kupon 9,25%. Saat ini harganya bergerak di kisaran 101,5-102. Itu artinya, kenaikan harganya telah mencapai 1,5%-2%.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: