Prospek ekonomi tahun 2019



Ekonomi Indonesia pada tahun ini menghadapi tantangan tidak ringan dibandingkan dengan tahun 2018.

Pertama, volatilitas dan ketidakpastian masih menghantui ekonomi global. Tren kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS) kemungkinan besar masih terjadi meski akan berkurang dari perkiraan sebelumnya sebanyak tiga kali menjadi dua atau bahkan satu kali.

Selain itu, ancaman perang dagang antara AS dan China masih terjadi meski tensinya mungkin menurun. Namun perundingan keduanya untuk mencari titik temu kepentingan mungkin tak mudah.


Kedua, normalisasi harga komoditas utama ekspor Indonesia yaitu minyak kelapa sawit, batubara, minyak mentah dan karet. Harga komoditas yang sempat meningkat pada 2017 dan 2018 kemungkinan besar mengalami koreksi sehingga daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melemah. Alasannya, suplai yang bertambah sebagai respons harga yang relatif tinggi pada 2017 dan 2018, yang terjadi pada komoditas batubara dan minyak mentah.

Sementara, CPO masih dihantui efek tak langsung perang dagang AS dan China yang mengakibatkan harga kedelai dan minyak kedelai turun. Harga karet masih tertekan karena kualitas karet sintetis makin baik sehingga kian dekat sebagai produk substitusi karet alam.

Ketiga, stabilitas eksternal yaitu kurs rupiah dan stabilitas internal yaitu inflasi. Kurs rupiah masih bergejolak sebagai akibat volatilitas dan ketidakpastian ekonomi global.

Namun gejolak ini mungkin lebih rendah dibandingkan tahun 2018. Perlambatan ekonomi AS dan target kenaikan suku bunga The Fed yang lebih rendah akan menguntungkan negara-negara emerging market. Sehingga tekanan arus modal agak berkurang.

Selain itu, inflasi pun masih menjadi tantangan agar tingkat harga-harga umum terjaga sehingga daya beli masyarakat dapat dipertahankan. Tantangan utama tekanan inflasi adalah penyesuaian harga BBM dan listrik dan pengaruh cuaca El Nino. Namun, kita berharap distribusi dan ketersediaan barang-barang dapat terjaga dengan semakin baiknya kualitas infrastruktur.

Keempat, mengendalikan twin deficits yaitu defisit neraca transaksi berjalan dan defisit anggaran belanja negara. Masalah defisit neraca transaksi berjalan telah mengemuka di 2018 sehingga menekan rupiah.

Menggenjot ekspor adalah solusi ideal agar bisa mengatasi defisit ini. Namun tantangannya tak mudah karena harga komoditas terkoreksi. Fokus kebijakan sebaiknya diarahkan bagaimana mendorong ekspor manufaktur dengan mengidentifikasi industri yang memiliki kapasitas tidak terpakai.

Sehingga peningkatan produksi dapat dilakukan cepat tanpa menunggu upaya investasi baru dan membangun kapasitas produksi tambahan. Setidaknya ada beberapa industri yang berpotensi mendorong ekspor secara signifikan dan Indonesia punya kapasitas besar, yaitu industri otomotif, tekstil industri dan garmen, dan industri alas kaki.

Sementara itu, tekanan defisit anggaran yang merupakan refleksi dari aggregate demand lebih besar daripada aggregate supply, mengharuskan pengelolaan kebijakan anggaran menjadi konservatif. Ekspansi anggaran perlu ditahan agar kebutuhan pembiayaan anggaran berkurang termasuk di dalamnya adalah kebutuhan pembiayaan dari luar negeri mengecil. Situasi ini akan mengurangi risiko tekanan eksternal yang relatif masih bergejolak pada tahun 2019.

Menghadapi tantangan tadi, prospek ekonomi Indonesia tahun 2019 memang tak mudah. Namun, kita masih bisa optimis melihat pengalaman bagaimana ekonomi Indonesia melewati saat-saat ekonomi dalam tekanan yaitu tahun 2013 saat taper tantrum pertama, 2015 saat harga komoditas jatuh dan 2018 ketika suku bunga The Fed naik cukup agresif.

Pengalaman ini menunjukkan ekonomi Indonesia masih bisa stabil dan tumbuh di atas 5% per tahun. Selain itu, reformasi struktural diharapkan terus konsisten bergerak maju sehingga mempersiapkan ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi di masa yang akan datang.

Ada tiga permasalahan struktural ekonomi Indonesia agar bisa tumbuh lebih tinggi, yaitu perbaikan infrastruktur fisik, perbaikan infrastruktur non-fisik (perbaikan kualitas governance, kualitas birokrasi, kualitas hukum dan regulasi, serta pemberantasan korupsi), dan industrialisasi.

Prospek ekonomi tahun 2019 memang belum memberikan harapan akan lompatan besar dalam pertumbuhan ekonomi. Kami memperkirakan pertumbuhan tahun ini tak jauh berbeda dengan tahun lalu, akan sebesar 5,2%. Namun, target terpenting tahun 2019 adalah agenda reformasi struktural bisa terus berjalan semakin cepat yaitu perbaikan kualitas infrastruktur, perbaikan kualitas birokrasi dan governance, dan program industrialisasi.

Setidaknya dua atau tiga tahun sesudahnya, ekonomi Indonesia diharapkan tumbuh lebih kencang dengan daya dukung kapasitas ekonomi yang lebih besar, kualitas birokrasi yang suportif dan sektor industri yang lebih maju.

Dendi Ramdani Head of Industry & Regional Research Bank Mandiri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi