JAKARTA. Kinerja emiten media diprediksi masih kinclong pada tahun depan. Hal ini sejalan pertumbuhan ekonomi yang membaik pada 2017. Henry Wibowo, Analis Bahana Securities, mengatakan, belanja iklan alias advertising expenditure (adex) masih bisa meningkat 10% tahun depan. Emiten media, terutama televisi, masih mendominasi belanja iklan dengan pertumbuhan positif. Di industri ini, belanja iklan televisi setara 64% total belanja iklan. Lalu adex media cetak 19%, online 12%, media luar ruang 3% dan radio sebesar 2%.
Belanja iklan berkaitan erat dengan angka pertumbuhan ekonomi. Misal, di kuartal III-2016, TV adex tumbuh 5% year-on-year (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kuartal II-2016 yang sebesar 11% (yoy). Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat pada periode itu. "Dengan pertumbuhan ekonomi tahun depan yang diproyeksi lebih tinggi, inflasi rendah dan rupiah lebih stabil, kami memperkirakan TV adex tumbuh 8% tahun ini dan 10% tahun depan," ujar Henry dalam riset Selasa (6/12). Proyeksi ini lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan di 2015 sebesar 3%. Prospek televisi free to air (FTA) dinilai lebih menarik dibanding televisi berbayar yang persaingannya lebih ketat. Saat ini, media milik Hary Tanoesoedibjo, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN), masih mendominasi pangsa pasar pemirsa 37,1%, diikuti PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) sebesar 25,6%, PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) 18,6% dan Trans Media sebesar 15,1%. Analis KDB Daewoo Securities Christine Natasya mengatakan, setelah amnesti pajak, belanja masyarakat akan lebih tinggi dan membuat belanja iklan naik. "Harapannya, sektor konsumer juga akan tumbuh lebih tinggi dan mendorong belanja iklan," ujar dia, Rabu (7/12). Ferdy Wan, analis Mandiri Sekuritas, dalam riset Selasa, mencatat, pertumbuhan pangsa pemirsa media televisi juga naik pada prime time. Di November 2016, MNCN di posisi teratas di prime time dengan penonton 39,9% dari pangsa pemirsa, naik 450 basis poin dibanding bulan lalu. Penonton SCMA naik 100 bps jadi 25,7% didorong D’Academy Asia Season 2 yang berjalan baik sejak premier di akhir Oktober 2016. Lalu pangsa VIVA naik ke 18,5%. Ia masih merekomendasikan beli SCMA dan MNCN.
Henry juga menilai valuasi saham sektor media cukup menarik. Valuasi sektor media diperdagangkan di price earning ratio (PER) 16 kali, dengan potensi pertumbuhan earning per share (EPS) sebesar 16%. Ia juga merekomendasikan beli SCMA karena memiliki neraca kuat dan menjadi televisi yang paling profitable. Ia mematok target harga SCMA Rp 3.000 per saham, yang mencerminkan PER 2017 sebesar 25 kali. Henry juga merekomendasikan beli MNCN dengan target harga Rp 2.200. Tapi, ia merekomendasikan reduce VIVA dengan target harga Rp 230 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto