Prospek emiten minyak menanjak, simak saham rekomendasi analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah kembali menanjak. Kondisi tersebut berpotensi mengerek prospek saham emiten berbasis minyak.

Harga minyak brent untuk kontrak pengiriman Juli 2018, pada pekan lalu, sempat menembus US$ 80 per barel. Ini merupakan level tertinggi harga minyak brent sejak 2014. Harga minyak WTI juga menyentuh US$ 71,85 per barel, level tertingginya sejak Desember 2014.

Sejumlah analis mengungkapkan, tren kenaikan harga minyak berpotensi mengerek kinerja emiten minyak, sekaligus membuat saham, seperti Medco Energi International (MEDC) atau Elnusa (ELSA) ikut terangkat.


Analis Binaartha Parama Sekuritas, Muhammad Nafan Aji, menilai, kenaikan harga komoditas akan mengangkat kinerja emiten minyak, sepanjang mampu menyiasatinya dengan kenaikan produksi yang signifikan.

Dari rencana ke depan, Nafan melihat MEDC dan ELSA memiliki kebijakan pengembangan bisnis yang jelas dan agresif. MEDC, misalnya, berencana membangun kilang minyak di Natuna yang bisa menjadi penyokong kinerja dalam jangka panjang. "Jika harga minyak konsisten menunjukkan penguatan, tentu kedua emiten ini akan membukukan kinerja kian bagus di masa mendatang," ujar dia, Minggu (20/5).

Nafan merekomendasikan buy MEDC dan ELSA. Dia memproyeksikan MEDC bisa naik hingga Rp 1.375 per saham dalam jangka pendek-menengah. Harga MEDC kemarin Rp 1.245 per saham.

Untuk saham ELSA, Nafan merekomendasikan buy on weakness. Namun bagi investor yang sudah memiliki ELSA sebaiknya menahan saham tersebut. Untuk jangka pendek-menengah, saham ELSA bisa naik ke Rp 474 per saham. Harga ELSA kemarin di level Rp 448 per saham.

Kepala Riset Narada Kapital Indonesia, Kiswoyo Adi Joe, menilai MEDC lebih menarik dibandingkan ELSA. Pasalnya, MEDC tak menggantungkan diri dengan satu jenis komoditas, melainkan melakukan diversifikasi bisnis. Selain itu, MEDC merupakan perusahaan yang berhubungan langsung dengan dunia oil & gas, ketimbang ELSA yang lebih merupakan kontraktor pertambangan.

Jika mencermati peran ELSA sebagai kontraktor, memang kinerjanya bakal semakin melambung manakala harga minyak naik. Namun, Kiswoyo mengungkapkan kenaikan tak bisa langsung melainkan butuh waktu sekitar enam bulan. Artinya, ELSA membutuhkan konsistensi kenaikan harga minyak global selama enam bulan mendatang, baru ia bisa mencatatkan kinerja yang signifikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini